Tuesday, April 27, 2010

Apa itu KOMUNIKASI NONVERBAL..?

Apa itu komunikasi non verbal?
Komunikasi non verbal secara singkat dapat diklasifikasikan sebagai segala bentuk penyampaian pesan atau makna dalam suatu komunikasi selain yang menggunakan kata kata. Komunikasi non verbal dapat juga dimasukkan kedalam komunikasi ”tidak langsung”. berbeda dengan komunikasi verbal yang umumnya secara sengaja disampaikan, komunikasi non verbal kebanyakan merupakan bentuk komunikasi yang tidak sengaja disampaikan. ”Simbol” merupakan kata kunci dari komunikasi non verbal. karena dalam komunikasi non verbal kita selalu menggunakan simbol simbol tertentu dalam penyampaian pesan. Simbol simbol yang kita sampaikan sengaja maupun tidak akan dimaknai oleh orang lain, itulah yang dimaksud dengan komunikasi non verbal. Komunikasi non verbal dapat berupa apa saja, asalkan bukan kata kata, bisa berupa gesture, mimik, intonasi suara, gambar dll. Cakupan komunikasi non verbal sangatlah luas, karena ... semua hal selain kata kata dapat dikategorikan sebagai bentuk komunikasi non verbal.

Mengapa Komunikasi non verbal sangat penting dalam proses komunikasi?
Inti dari komunikasi adalah adanya suatu makna yang ditangkap oleh penerima pesan. Karena manusia memiliki filtration dan persepsi individu maka makna dari suatu pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan dapat berubah, tidak sesuai atau bahkan berbeda sama sekali ketika dimaknai oleh penerima pesan tersebut. Hal ini dinilai buruk dalam suatu proses komunikasi, oleh karena itu pesan yang dikirimkan sebaiknya memiliki makna yang jelas dan terdapat faktor faktor lain yang dapat menguatkan proses penyamaan makna pesan tersebut antara pengirim dan penerima pesan, tentunya disamping isi pesannya itu sendiri (komunikasi verbal). Disini Komunikasi non verbal dapat dimasukkan sebagai faktor penunjang penguatan makna tersebut. Sebagai contoh, si A sedang marah kepada B, A mengucapkan kata kata kasar kepada B (komunikasi verbal), namun ekspresi wajah A ”datar datar saja”, apakah si B akan memaknai bahwa si A sedang marah kepadanya? pastinya tidak. Berbeda apabila ketika A marah marah kepada B dengan mengucapkan kata kata kasar disertai dengan tangannya yang mengacung acungkan kepalan serta ekspresi mukanya menjadi ”sangar” ditambah intonasi suaranya meninggi. Pasti B akan segera menyadari bahwa A sedang marah kepadanya.
Bentuk komunikasi non verbal umumnya juga lebih dipercaya oleh orang lain ketimbang komunikasi verbal, contoh sederhananya ketika kita melihat seorang teman yang murung, wajahnya kusut, ketika ditanya ”kenapa koq sedih? lagi ada masalah ya?” jawabnya ”ga’ koq ga’ ada apa apa..” apakah kita akan percaya bahwa ia tidak apa apa dan sedang tidak ada masalah? pastinya kita tetap akan menganggap bahwa teman tersebut sedang ada masalah dan butuh dihibur walupun ia mengatakan ia tidak sedang ada masalah. Ada ungkapan klasik yang mengatakan bahwa bibir boleh berbicara namun mata tak bisa berdusta. Ungkapan tersebut merefleksikan betapa pentingnya komuikasi non verbal dalam kehidupan sehari hari kita. Komunikasi non verbal jug adapat memudahkan kita ketika berkomunikasi karena bersifat subtitusi. Ada orang yang ketika marah ia akan diam saja dan mengacuhkan orang yang kepadanya ia sedang marah. Orang tersebut jelas lebih mudah marah dengan cara diam daripada teriak teriak yang jelas membutuhkan banyak energi. Pesan non verbal sengatlah efektif untuk mengikat atau menarik perhatian orang lain. Oleh karena itu senyumlah selalu kepada setiap orang agar kita selalu diingat sebagai orang yang ramah. karena walaupun hati kita baik namun kita tidak pernah tersenyum orang lain pasti akan menganggap kita bukanlah orang yang ramah.


Komunikasi verbal berarti ”kata kata” sedangkan komunikasi non verbal berarti ”tanpa kata kata” bagaimana pendapat anda?
saya setuju apabila yang dimaksud dengan ”kata kata” disini adalah isi pesan yang disampaikan atau dengan kata lain kalimat yang diutarakan. Jadi ketika ada orang yang berkata kepada pasangannya ”aku cinta kamu” dengan intonasi lembut, tempo yang syahdu, tatapan mata yang penuh arti, disertai genggaman tangan yang menenangkan, yang dimaksud dengan komunikasi verbal adalah kata kata ”aku cinta kamu” sedangkan yang lainnya yaitu intonasi lembut, tempo yang syahdu, tatapan mata yang penuh arti, disertai genggaman tangan yang menenangkan merupakan bentuk komunikasi non verbalnya. Jelas bahwa semua bentuk kalimat atau kata kata tanpa kecuali merupakan bentuk komunikasi verbal, dan semua yang bukan kalimat atau kata kata merupakan bentuk komunikasi non verbal.

Ciri ciri komunikasi non verbal?
(1) Komunikasi non verbal selalu ada (2) Kita tidak mungkin, tidak berkomunikasi, Manusia sebagai mahkluk sosial kapanpun dan bagaimanapun bentuknya pasti melakukan komunikasi non verbal. Walau tanpa kita sadari, kita ternyata selalu mengirimkan pesan non verbal kepada orang lain. Tak ada waktu yang lalui tanpa berkomunikasi non verbal, bahkan ketika kita diam orang lain dapat memaknai diam kita tersebut sebagai bentuk komunikasi verbal. Contohnya apabila ada mahasiswa yang diam sendiri, tanpa ia sadari orang orang disekitarnya akan memaknai diamnya tersebut, bisa saja orang lain memaknai diam tersebut karena mahasiswa tersebut pemalu atau sedang lelah dll. Efek dari karena selalu adanya komunikasi non verbal adalah kita tidak mungkin tidak berkomunikasi. Karena setiap gerak gerik kita secara tidak langung merupakan bentuk komunikasi non verbal yang akan dimaknai oleh orang lain. (3) Komunikasi non verbal terikat budaya, karena komunikasi non verbal erat hubungannya dengan simbol maka tidak dapat disangkal lagi bahwa komunikasi non verbal merupakan suatu bentuk daripada budaya itu sendiri. Komunikasi non verbal seperti menggeleng geleng di budaya indonesia di artikan sebagai tidak atau tidak setuju, sedangkan dalam konteks budaya india komunikasi non verbal menggeleng geleng di artikan sebagai iya atau setuju. Proses pembentukan komunikasi non verbal merupakan buah dari budaya dan proses pemaknaannya pun membutuhkan suatu konsep kebudayaan. Contoh lainnya, di Indonesia banyak muda mudi yang menempel lambang lambang nazi di pakaiannya, hal ini dianggap biasa saja, dan hanya merupakan trend, namun apabila lambang tersebut digunakan dinegara negara eropa khisusnya amerika dan jerman maka kita akan dicap buruk dan orang akan menilai kita sebagai pengikut nazi yang tentu akan dikucilkan. (4) Komunikasi non verbal mengungkapkan perasaan dan sikap, seperti telah disinggung diatas, ketika kita melihat teman yang murung dan wajahnya kusut, kita pasti akan langsung dapat menebak isi hatinya bahwa ia sedang ada masalah. oleh karena itu para introgator kepolisian selalu melihat pesan pesan non verbal seperti intonasi suara, gerakan mata, dan lain lain ketika menginterogasi tersangkanya. Karena dengan melihat bentuk komunikasi non verbal tersebut introgator dapat mengetahui apakah keterangan terasngka jujur atau tidak (sikap). (5) Komunikasi non verbal memodifikasi pesan verbal membentuk makna suatu pesan komunikasi, Komunikasi verbal dan non verbal merupakan hal yang saling terintegrasi dan melengkapi dalam proses penyampaian makna, dengan mengatakan ”iya” dan mengagguk seseorang dapat mengerti bahwa itu merupakan pertanda setuju. Berbeda apabila kita mengatakan iya sambil menggeleng gelengkan kepala, makna dari kata ya dan menggeleng gelengkan kepala merupakannsuatu yang bertetangan dan akan membuat bingung penerima pesan dalam proses pemaknaan pesan tersebut.




Perbedaan komunikasi verbal dan non verbal
1. Arti dari pesan verbal bersifat eksplisit, sedangkan arti dari pesan non verbal bersifat implisit.
Pesan verbal merupakan apa yang sengaja diutarakan dan diharapkan dimengerti maknanya oleh penerima pesan (tersurat)., sedangkan pesan non verbal merupakan sesuatu yang biasanya tidak sengaja dikirimkan oleh komunikator dan merupakan kesatuan yang terintegrasi dengan pesan verbal yang akan dimaknai sendiri oleh penerima pesan tergantung konteksnya masing masing.

2. Arti dari pesan verbal berkaitan dengan pesan keadaan yang spesifik, sedangkan arti dari pesan non verbal berkenaan dengan rasa atau emosi.
Pesan verbal merupakan sesuatu yang disampaikan dengan format yang jelas yaitu berupa kata kata dan menjelaskan tentang fakta atau pengetahuan yang ingin disampaikan pengirim pesan, sedangkan pesan non verbal adalah rasa dan emosi yang dapat mengarahkan penerima pesan untuk dapat memaknai pesan verbal yang dikirim oleh komunikator agar maknanya sesuai dengan yang diharapkan komunikator.

3. Arti dari pesan verbal bersifat menengahi (mediated) atau alternatif, sedangkan arti dari pesan non verbal bersifat normatif.
Pesan verbal merupakan sarana untuk mengirimkan pesan yang bersifat formal, sedangkan pesan non verbal merupakan persyaratan agar pesan tersebut dapat dimknai secara lengkap dan sesuai apabila dilatar belakangi oleh kesamaan budaya/background

Contoh komunikasi non verbal
Emblem, adalah tanda-tanda yang akan mengganti kata-kata secara langsung. Contoh: jari telunjuk dan jari tengah diacungkan membentuk huruf ‘V’ melambangkan kemenangan (Victory)
Ilustrator, berhubungan dengan upaya untuk menggambarkan suatu pesan. Contoh: suara semilir angin dan gemerisik pohon menggambarkan kedaan wilayah yang nyaman dan tenang
Penampilan afeksi, gerakan-gerakan wajah yang mengekspresikan makna-makna emosi: ekspresi wajah ditekuk tekuk = marah, ekspresi wajah pucat = takut, ekspresi wajah sumringah = bahagia dst.
Regulator, adalah jenis perilaku non verbal yang bersifat mengatur dalam pembicaraan dengan orang lain.Terikat dengan budaya dan tidak bersifat umum. Contoh bila dalam suatu obrolan seseorang menggaruk garuk kepalanya artinya ia sedang bingung.
Adaptor, adalah perilaku non verbal yang dilakukan untuk menciptakan rasa nyaman dalam memenuhi kebutuhan tertentu.Contoh: merokok pada saat duduk duduk melambangkan kenyamanan











Pengaruh Figur dan pembentukan citra dalam politik di Indonesia

Siapa yang tidak kenal KH. Abdurrahman wahid atau yang akrab dipanggil gusdur. Mantan orang nomer satu dinegara kita ini merupakan seorang tokoh tersohor yang memiliki masa dimana mana khususnya daerah jawa timur bagian tapal kuda. Sungguh suatu ironi mengingat nama besarnya tersebut ”disiasiakan” oleh PKB. Setelah PKB memiliki dwi kepemimpinan yang berlarut larut karena permasalaahan internal kepartaian (kubu Gusdur dan Muhaimin iskandar) akhirnya pada 17 juli lalu MA memutuskan bahwa kubu Muhaimin-lah yang memenangkan ”kepemilikan” PKB. Otomatis tokoh kawakan sekelas gusdur dan para pengikut setianya turun tahta dari kursi kepemimpinan PKB yang berimbas pada ”tidak direstuinya” PKB yang sekarang berada dipundak kekuasaan muhaimin oleh Gusdur. Hal ini memiliki konsekuensi yang berat. Menurut survei LSI, sentimen publik terhadap PKB khususnya daerah jawa timur yang memiliki tingkat jumlah penduduk terbanyak di Indonesia menjadi negatif terhadap PKB yang dipimpin Muhaimin. dengan begitu apa artinya? dapat disimpulkan bahwa figur atau tokoh dapat mempengaruhi publik dalam menilai suatu partai atau dengan kata lain ada korelasi yang saling berhubungan antara tokoh besar terhadap penilaian publik terhadap kredibilitas partai. Langkah keluarnya gusdur dari PKB dan ungkapan tidak ada restu gusdur terhadap PKB merupakan sinyalemen nyata ketidakpuasan gusdur terhadap kinerja PKB. Mungkin ketidakpuasan tersebut hanya berupa penilaian pribadi gusdur yang di ”tendang” oleh muhaimin, keluarnya gusdur dari PKB juga demikian. Namun bagi publik ada suatu hal yang secara implisit ingin dikatakan gusdur, dengan keluarnya beliau dari PKB, para gusdur-isme menganggap bahwa gusdur sedang mengungkapkan ketidak puasannya terhadap PKB. atau secara lebih eksplisitnya ”saya aja keluar dari PKB, jadi mending ga usah milih PKB”. Suatu ungkapan non verbal yang berdampak sangat negatif terhadap kelangsungan hidup partai PKB. Terlihat jelas peran tokoh dan gerak geriknya sangat berpengaruh terhadap gaya berfikir publik.
Naiknya popularitas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dibangun oleh publikasi. Pada zaman megawati, SBY sering tampil di media massa sebagai tokoh yang menangani persoalan terorisme, separatisme Aceh, maupun konflik SARA. Ia tampil dengan postur tubuhnya yang gagah, bahasa lisannya yang santun, mimik wajah yang serius, dan ucapan yang terukur dengan bicara seperlunya. Publisitas itu berhasil memunculkan image tentang kinerjanya, kewibawaan, dan ketegasannya. Keengganan Megawati bicara di depan media dan publik, serta ketiadaan juru bicara kepresidenan, secara tak langsung menguntungkan SBY sebagai Menko Polkam karena memberinya banyak kesempatan untuk tampil atas nama negara dan memperoleh publisitas yang positif. Ditambah saat menjelang kampanye, tatkala dia disingkirkan dari kabinet, memungkinkan memperoleh publikasi gratis dan memunculkan simpati publik. publikasi memang jauh lebih potensial meningkatkan popularitas seseorang dibandingkan dengan iklan. Publisitas lebih dipercaya dan lebih diperhatikan masyarakat. Apalagi dilakukan dalam waktu yang relatif lama, akan membentuk image tersendiri, bahkan mampu menyentuh afeksi atau perasaan khalayak
Khalayak komunikasi politik memang unik. Mereka memiliki selektivitas terhadap isi pesan. Selektivitas itu salah satunya dipengaruhi oleh budaya komunikasi. Menurut Antropolog Edward T Hall, bangsa Indonesia masuk dalam rumpun high context culture dalam berkomunikasi. Dalam budaya ini, konteks atau pesan nonverbal diberi makna yang sangat tinggi. Masyarakat budaya konteks tinggi kurang menghargai ucapan atau bahasa verbal. Bahkan, acapkali mengharapkan orang lain mengerti apa yang diinginkan tanpa harus mengucapkan inti permasalahan yang dimaksud. Mereka lebih banyak berbicara berputar menghindari substansi keinginannya. Sebaliknya, kalau ada orang yang sering mengucapkan keinginannya secara jujur, justru dicurigai. Dianggap kasar, atau ambisius. Dalam high context culture, tokoh yang jauh-jauh hari mengungkap kemauannya menjadi presiden akan dianggap "aneh". Upaya meyakinkan publik dengan mengungkapkan program, atau visi, dan misi pun malah bisa kontraproduktif. Simak saja peribahasa yang hidup di masyarakat kita, seperti "sedikit bicara banyak bekerja", "tong kosong berbunyi nyaring", atau "air beriak tanda tak dalam", .Kesemuanya merupakan refleksi budaya konteks tinggi yang tidak suka pada pembicaraan. Makanya, jangan heran apabila ada debat calon presiden di media massa, kandidat yang piawai berdebat malah belum tentu memperoleh simpati publik.
Tampaknya mewujudkan suatu sistem demokrasi yang berkualitas di Indonesia memang memerlukan waktu dan proses panjang. Secara empiris, komunikasi politik selama kampanye banyak diwarnai bentuk komunikasi nonverbal. Kampanye yang menggunakan teknik band wagon, seperti melakukan pawai, atau acara yang mengundang massa, pemasangan bendera, gambar, atau baliho, atau berjoget dan bernyanyi, semuanya sarat dengan pesan nonverbal yang menyentuh sisi emosi khalayak. Membuat senang dan membuat semangat, tetapi sama sekali tidak menyentuh wacana pemikiran. Saat kampanye memang ada jurkam yang pidato. Namun, materi pidato sebenarnya tak begitu penting bagi massa partai. Kehadiran fisik tokoh partai jauh lebih penting dan bermakna daripada materi yang diucapkan. Walau mereka datang hanya meneriakkan kata-kata "Hidup!" atau "Coblos!" dan kemudian mengajak bernyanyi. Tetapi, secara kontekstual, kehadiran tokoh sangat bermakna. Itulah realitas budaya komunikasi politik kita. Kualitas demokrasi bagaimanapun memang membutuhkan kompetensi tertentu pada semua elemen bangsa. Karena itu, janganlah terlalu berharap pada kampanye calon presiden mendatang. Adu program dan kepiawaian berdebat calon presiden mungkin akan sangat menarik untuk ditonton di televisi. Tetapi, jangan lupa, publik di Indonesia sudah memiliki budaya sendiri dalam menilai tokoh idolanya.
Kita lihat lagi kedalam partai, era kebangkitan partai patai Islam dimulai ketika nama gusdur didaulat menjadi pemimpin bangsa ini. Akibatnya muncul banyak partai partai yang ”bersimbolkan” Islam. Mengapa saya menyebitnya bersimbolkan? karena memang pada kenyataannya tidak semua partai yang membawa nama Islam berideologi Islam seutuhnya. PAN merupakan salah satu bukti nyatanya. PAN mengawinkan ideologi islam dengan ideologi pancasila sebagai ideologi dasar partainya. toh publik pada umumnya tidak tahu dengan jelas apa sebenarnya ideologi yang dianut oleh sebuah partai. Yang diketahui oleh publik apabila partai menggunakan simbol simbol yang Islami maka partai tersebut secara otomatis menganut ideologi Islam murni dan merupakan partai yang ”baik” karena menggunakan nilai nilai ketuhanan sebagai asas utamanya. Apalagi ditambah dengan adanya tokoh NU yang notabene pemegang syariat Islam yang kuat sekelas Amien Rais. Lantas mengapa hal ini masih bisa terjadi. Alasannya jelas bahwa memang publik tidak diberi keleluasaan untuk tahu, sebaliknya publik pada umumnya juga tidak terlalu ingin tahu tentang masalah kepartaian, beserta ideologinya. Karena, yang paling dilirik oleh publik adalah siapa Tokoh yang menjadi nahkoda dipartai tersebut bukan apa visi dan misi partai tersebut.
Kepala banteng merupakan simbol kekuatan dan ketangguhan, ka’bah dan bendera hijau yang menjadi lambang PPP notabene adalah jati diri muslim Indonesia, dan simbol simbol lainnya jelas mengekspresikan betapa pentignya peran komunikasi non verbal dalam ranah perpolitikan di Indonesia. Partai Marhaenisme yang sebenarnya masih merupakan partai ”gurem” namun dapat meraih dukungan dari seluruh provinsi provinsi di indonesia, adalah cerminan betapa kuatnya ajaran marhaenisme dengan figurnya presiden pertama kita Soekarno yang merupakan penggelar ideologi tersebut di Indonesia. Betapa sosok bung karno yang telah lama meninggalkan kita masih memiliki karisma yang luar biasa dalam menenentukan nasib partai marhaenisme. Tanpa simbol keadidayaan Soekarno, partai marhaenisme bukanlah apa apa. Sungguh suatu hal yang perlu diperhatikan oleh para petinggi partai untuk dapat diaplikasikan bahwasanya bentuk bentuk komunikasi non verbal merupakan hal yang sangat ”mujarab” dalam membentuk opini masyarakat dimata publik.







: dari berbagai sumber

No comments: