Tuesday, April 27, 2010

Politik Islam (Konsep negara Islam) VS Politik demokrasi (demokrasi Pancasila)

Politik Islam (Konsep negara Islam) VS Politik demokrasi (demokrasi Pancasila)
Kajian historis, Perbandingan, serta pemecahan masalah
sehubungan dengan dunia perpolitikan di Indonesia

Setelah era reformasi banyak bermunculan partai partai politik baru yang beranggapan memiliki ideologi yang mampu menaikkan derajat bangsa, kesejahteraan rakyatpun diusung menjadi tema. Banyak yang mengatas namakan rakyat bahkan hampir semua parpol yang ada mencap dirinya sebagai penyalur suara rakyat. Namun hal yang kontradiktif terlihat pada partai yang bertema agama. Partai partai Islam pada khususnya, mereka bukannya mengatas namakan rakyat namun lebih mengutamakan gkebenaran sejatih sebagai motor penggerak mereka. Kebenaran berasaskan pada yang Maha esa, yang terproyeksikan pada al Qur'an dan al Hadist. Inilah letak ironisnya, apakah mungkin kebenaran sejati yang berasaskan pada yang Maha esa dan diproyeksikan dalam al Qur'an dan al Hadist dapat dipahami manusia secara utuh dengan segala keterbatasannya-manusia-.Sungguh mustahil kebenaran sejati yang merupakan hakikat dari yang Maha esa, dijamah oleh manusia secara menyeluruh. Konsep negara Islam atau politik Islam (Siasah) terdengar kencang akhir akhir ini dibicarakan. Dengan berlandaskan pada gkebenaran sejatih. Para pelaku politik Islam dan pro negara Islam menganggap konsep negra islam merupakan konsep yang semestinya diterapkan, bertolek dari ajaran al Qur'an dan al Hadist. Sistem kekhalifahan merupakan garis besar dari konsep negara atau politik Islam.




Ide formalisasi syari’at Islam dalam tatanan kenegaraan di Indonesia kembali bergaung di tengah masyarakat. Di satu sisi, hal ini dapat dipahami sebagai reaksi atas ketidakpuasan masyarakat terhadap lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Katakanlah, untuk memberantas media-media porno, prostitusi, judi, narkoba, dan sumber penyakit masyarakat lainnya, aparat penegak hukum dinilai kurang “menggigit”. Apalagi untuk menghukum para koruptor triliunan rupiah, butuh waktu bertahun-tahun hanya untuk mengumpulkan berkas-berkasnya. Akibatnya, syari’at Islam yang dikenal tegas : nyawa dibalas nyawa, pencuri dipotong tangannya, dst. menjadi alternatif yang menarik (dan “instan”) untuk membenahi kinerja penegakan hukum di Indonesia.
Otonomi daerah terbukti turut mendukung berkembangnya ide formalisasi syari’at Islam ini. Faktanya, beberapa Pemerintah Daerah (Pemda) di Indonesia telah resmi menetapkan peraturan daerah yang dilabeli dengan “perda syari’at”, seperti dapat kita lihat di Aceh, Tangerang, Bulukumba, Padang, dan daerah-daerah lainnya. Misalnya, perda tentang kewajiban memakai jilbab untuk para muslimah (ini perda syari’at yang paling populer), kewajiban bisa membaca Al-Qur’an, jam malam untuk wanita, termasuk juga pemberantasan judi, minuman keras, serta barang haram lainnya. Kita tidak dapat merasakan anugerah sekularisme dalam negara yang mayoritas penduduknya muslim. Tapi, saudara-saudara kita di Amerika, misalnya sangat terbantu dengan ke-sekuler-an Amerika, karena dengan modal itulah mereka dapat bebas menjalankan agama Islam. Coba bayangkan apabila Amerika menjadi “Negara Kristen”, sebagaimana bila Indonesia menjadi “Negara Islam”, secara alamiah, penduduk yang agamanya menjadi dasar negara akan diperlakukan lebih superior dibanding penduduk yang beragama lain. Diberlakukannya “syari’at Kristen” di Manokrawi, Papua saja telah membuat kita gelisah memikirkan nasib saudara muslim kita di sana. Tidakkah kita berpikir juga ummat Kristen gelisah memikirkan nasib saudaranya yang tinggal di daerah berperda syari’at Islam? Kunci menerima Demokrasi Pancasila adalah bagaimana kita bisa berbagi dengan ummat lain, dengan tidak melulu memikirkan ego kita.
Khalifah dalam konsep negara Islam berperan sebagai kepala ummat baik urusan negara maupun urusan agama. mekanisme pengangkatan dilakukan baik dengan penunjukkan ataupun majelis syura' yang merupakan majelis Ahlul Ilmi wal Aqdi yakni ahli Ilmu (khususnya keagamaan) dan mengerti permasalahan ummat.. Sedangkan Khilafah adalah nama sebuah system pemerintahan yang begitu khas, dengan menggunakan Islam sebagai Ideologi serta undang-undangnya mengacu kepada Al-Quran & Hadist. Kalifah haruslah seseorang yang berakhlak mulia dan bertaqwa kepada YME dalam artian Hablum minallah (hubungan dengan Allah)dan hablum minannaas (hubungan dengan sesama manusia) serta memiliki kapabilitas sebagai seorang pemimpin.Selain bertanggung jawab kepada Qadi Mazhalim (Mahkamah Madzhalim) yang mengurus persengketaan antara penguasa dan rakyat dan berhak memberhentikan semua pegawai negara, termasuk memberhentikan Khalifah jika dianggap menyimpang dari ajaran Islam, khalifah juga harus bertanggung jawab kepada rakyat. Namun yang paling hakiki khalifah haruslah mempertanggung jawabkan kepemimpinannya kepada YME. Pokok penting dari sistem kekhalifahan lainnya adalah Majelis Ummat.
Majelis Ummat dipilih oleh rakyat, mereka cerminan wakil rakyat baik individu mahupun kelompok. Majelis bertugas mengawasi Khalifah. Majelis juga berhak memberikan pendapat dalam pemilihan calon Khalifah dan mendiskusikan hukum-hukum yang akan diadopsi Khalifah, tetapi kekuasaan penetapan hukum tetap di tangan Khalifah.
SARJANA MODERN PATRICIA CRONE DAN MARTIN HINDS, DALAM BUKUNYA GOD'S CALIPH, MENGGARISBAWAHI BAHWA FAKTA TERSEBUT MEMBUAT KHALIFAH MENJADI BEGITU PENTING DALAM PANDANGAN DUNIA ISLAM KETIKA ITU. MEREKA BERPENDAPAT BAHWA PANDANGAN TERSEBUT KEMUDIAN HILANG SECARA PERLAHAN-LAHAN SEIRING DENGAN BERTAMBAH KUATNYA PENGARUH ULAMA DI KALANGAN UMAT ISLAM. PARA ULAMA BERANGGAPAN BAHWA MEREKA JUGA BERHAK MENENTUKAN APA YANG DIANGGAP LEGAL DAN BAIK DI KALANGAN UMAT ISLAM. PEMIMPIN UMAT ISLAM YANG PALING TEPAT, MENURUT PENDAPAT PARA ULAMA, ADALAH PEMIMPIN YANG MENJALANKAN SARAN-SARAN SPIRITUAL DARI PARA ULAMA, SEMENTARA PARA KHILAFAH HANYA MENGURUSI HAL-HAL YANG BERSIFAT DUNIAWI SEHINGGA MENGAKIBATKAN KONFLIK DI ANTARA KEDUANYA. PERSELISIHAN ANTARA KHALIFAH DAN PARA ULAMA TERSEBUT MENJADI KONFLIK YANG BERLARUT-LARUT DALAM SEJARAH ISLAM. NAMUN AKHIRNYA, KONFLIK INI BERAKHIR DENGAN KEMENANGAN PARA ULAMA. KEKUASAAN KHALIFAH SELANJUTNYA MENJADI TERBATAS PADA HAL YANG BERSIFAT KEDUNIAWIAN. KHALIFAH HANYA DAPAT DIANGGAP MENJADI "KHALIFAH YANG BENAR" APABILA IA MENJALANKAN SARAN SPIRITUAL PARA ULAMA.
Akan sangat menarik apabila KNI kita bandingkan dengan konsep yang telah berlaku dinegara kita, yaitu Konsep Demokrasi pancasila -selanjutnya KDP-.Ada sebagian umat islam yang “sinis” atau kalau boleh dikatakan, menolak sama sekali pandangan atau pemikiran yang serba bersumber dari Barat. Termasuk konsep “demokrasi”. Biasanya mereka ini dari kalangan “fundamentalis” yang formalis dan eksklusif. Hanya kembali dan berpegang pada sumber Al Qur’an dan Hadis, tanpa kemudian berusaha melakukan interpretasi baru untuk menghadapi dan menjawab persoalan-persoalan yang berkembang saat ini. Motivasinya memang kembali kepada pemurnian ajaran islam, tetapi tanpa ada reformasi atau penafsiran kembali. Penafsiran kembali bukanlah suatu hal yang harus dilakukan karena kesalahan pada sumber kajian, namun lebih kepada penafsiran kembali karena manusia sebagai “mahkluk” tidaklah mutlak benar dalam kegiatan tafsirnya yang telah ada. Dengan demikian mereka menolak sistem “demokrasi pancasila” karena demokrasi tidak dijumpai dalam “kamus” islam dan menganggap demokrasi ini pun tidak ubahnya sebagaimana konsep demokrasi liberal. Pada akhirnya mereka menyatakan bahwa sistem tersebut adalah sistem kufur, pancasila adalah thoghut, dan selanjutnya. sebagaimana yang kita sudah paham. Namun, kelompok ini hanya sebagian kecil saja dari sekian banyak umat islam yang ada di Indonesia. Sementara kelompok “fundamentalis-tradisional” meskipun mereka kelihataannya berpikir legalisitik, sangat normatif, tetapi sebenarnya fleksibel. Artinya, terjadi proses penilaian melalui pencarian kembali atau perumusan kembali arti hukum agama atau aplikasinya dalam kehidupan nyata. Misalnya, legalisme-nya NU berpendapat bahwa satu negara yang dipimpin oleh imam yang sudah diangkat oleh rakyat islam, entah dia minoritas atau mayoritas, sudah sah, siapapun personifikasi kepala negaranya. Disini titik tolaknya jelas, menganggap negara Indonesia sudah sah dan mencerminkan aspirasi islam di bidang kenegaraan. Masih ada lagi kelompok-kelompok lain yang tidak diungkapkan, tetapi adanya kelompok-kelompok seperti itu menunjukkan adanya “kemelut intrenal” dalam tubuh umat islam sendiri.
Dalam KDP negara dipimpin oleh seorang presiden yang bersinergi dengan lembaga legislatif guna pencapaian tujuan tujuan negara. Istilah Khalifah dalam KNI menurut perspektif kelembagaan sama seperti istilah KDP dalam KDP. Khalifah yang berpegangan pada al Qur'an dan hadist tidak ubahnya seperti seorang presiden yang berpegangan pada Pancasila dan UUD 1945. Poin pentingnya adalah “pegangan” itu sendiri. Alquran dan alhadist memang merupakan proyeksi dari kebenaran sejati dari YME, seperti yang telah dibahas sebelumnya, sekali lagi apakah mungkin kebenaran sejati yang berasaskan pada yang Maha esa dan diproyeksikan dalam al Qur'an dan al Hadist dapat dipahami manusia secara utuh dengan segala keterbatasannya-manusia-? Pancasila dan UUD 1945 memang bukanlah proyeksi dari kebenaran sejati, namun merupakan hasil olah pikir bersama untuk menemukan kebenaran sejati. Pancasila memasukkan nilai “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai ide sentral, itulah mengapa sila Ketuhanan YME, menempati urutan pertama di antara sila-sila lainnya. Dalam hal demokrasi, Pancasila memberikan rumusan yang mencerminkan realita kehidupan dan nilai-nilai budaya dan norma-norma yang dipegang oleh bangsa Indonesia. Masyarkat Indonesia yang plural, yang meyakini nilai-nilai agama, memiliki budaya toleran, serta menjadikan musyawarah sebagai sarana untuk memutuskan persoalan-persoalan bersama masyarakatnya, memperhatikan norma-norma keadaban dan berpegang kepada etika moral, dirangkum dan ditanamkan ke dalam konsep demokrasi Pancasila, yang dapat dilihat pada sila ke empat, “Kemanusiaan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan perwakilan”. Disinilah letak relevansi konsep demokrasi Pancasila dengan realita yang ada dan hidup dalam masyarakat Indonesia. Dan bukan sesuatu yang utopis, sebaliknya dapat dilihat dan diukur melalui persepsi masyarakat.
Umat Islam cukup memberikan kontribusi yang signifikan dalam perpolitikan diIndonesia meskipun pemikiran tentang Islam dan tatanegara belum sempat berkembang jauh sejak awal 1930-an sampai akhir 1960-an sebagian pembicaraan politik diIndonesia berkenaan dengan pertentangan antara golongan agama dengan golongan Nasionalis/sekuler, atau setidaknya golongan yang netral agama. Golongan agama sering dilihat sebagai golongan yang ingin menjadikan Islam sebagai dasar negara, sementara golongan Nasionalis adalah mereka yang ingin membedakan antara persoalan agama dan negara dengan Pancasila sebagai dasar negara. Namun demikian, Soekarno yang dianggap sebagai salah satu pemimpin golongan Nasionalis ternyata tidak sepenuhnya menghilangkan nilai nilai Islam dalam politik kenegaraannya. Seperti diketahui, Soekarno merupakan kepala negara yang pertama kali melafalkan ayat ayat Al Qur'an di forum forum internasional seperti PBB.Demikian pula Ia yang memulai penyelenggaraan hari hari besar Islam di Istana negara, Ia pula yang mendirikan kompleks Masjid di istana negara (Effendy 1999). Dari pemikiran Mohammad Natsir, terutama ketika terjadi perdebatan mengenai konstruksi Negara dengan Soekarno pada tahun 1920-an dan perdebatan di konstituante tahun 1950-an, Ia berpandangan bahwa Islam tidak menghendaki teokrasi seperti lazim di pakai orang barat, tetapi menghendaki suatu yang lebih demokratis. Karena itu, wajar jika ia di kenal sebagai seorang demokrat yang akrab dengan kawan maupun lawan. Pada kesempatan lain ia menjelaskan konsep demokrasi Islam. Katanya, Islam hendak memperdamaikan kedaulatan rakyat dengan teori kedaulatan Tuhan., yang ia sebut dengan “teistik demokrasi” . yang di maksud Natsir teistik demokrasi adalah demokrasi yang didirikan di atas nilai-nilai ketuhanan, dimana keputusannya mayoritas berpedoman pada ketuhanan. Islam menurut Natsir tidak 100% demokratis dan tidak harus 100 % otokratis. Islam adalah Islam. Dalam pandangannya, keputusan-keputusan demokratis di implementasikan hanya pada masalah-masalah yang tidak di sebutkan secara spesifik dalam syari’ah, sehinga tidak ada keputusan demokratis, misalnya pada larangan judi dan zina. Pandangan itu sesuai apa yang di perjuangkan secara teori ataupun praktek politik.
Pada era pemerintahan orde baru juga banyak kebijakan kebijakan yang dibuat sehubungan dengan konsep Islam, seperti mendirikan banyak Masjid dibeberapa daerah di Indonesia melalui Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila. Lebih dari itu, ditahun tahun terakhir orde baru terdapat sikap akomodatif negara terhadap aspirasi aspirasi Islam. Hal itu ditandai dengan disahkannya Undang Undang Peradilan Agama (UUPA) tahun 1989, pembentukan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) tahun 1990, didirikannya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991, Komplikasi tentang hukum Islam pada tahun 1991, kebijakan tentang jilbab pada tahun yang sama dan adanya SKB tentang BAZIS juga pada tahun yang sama serta dianulirnya SDSB pada tahun 1993. Kenyataan ini dapat dilihat dari eksistensi umat Islam di Indonesia ini sebagai umat yang mayoritas, sehingga wajar jika nilai nilai Islam turut membentuk dan mempengaruhi kehidupan politik Nasional.
Fahmi Huwaidi adalah satu dari sekian pemikir yang melakukan sintesa yang viable antara Islam dan demokrasi yang nyaris sempurna. Bagi dia, esensi demokrasi adalah pemilu yang jujur, adil, dan kompetitif serta akuntabilitas penguasa karena jika tidak akan di turunkan dari jabatannya, dengan kelembagaannya seperti penerapan metode mayoritas, multi partai, penghormatan hak-hak minoritas, kebebasan oposisi dan pers, independensi kehakiman, dan lain-lain. Lewat mekanisme seperti pemilu dan pemisahan kekuasaan legislatif, yudikatif dan eksekutif, demokrasi berarti penolakan terhadap diktatorisme dan otoritarianisme sebab itu, jelas Huwaidi demokrasi sangat dekat dengan jiwa Islam dan substansinya sejalan dengan Islam. Ada beberapa alasan yang di kemukakan Huwaidi. Pertama, beberapa hadist menunjukaan bahwa Islam menghendaki pemerintahan yang di setujui rakyat. dalam hadist riwayat muslim dari Auf bin Malik di sebutkan pula g sebaik-baiknya imam-imam (penguasa) kalian, adalah orang-orang yang kalian sukai dan merekapun menyukai kalian, yang kalian mendoakan dan merekapun mendoakan kalian. Sementara seburuk-burunya imam kalian adalah yang kalian benci dan merekapun membenci kalian, yang kalian laknat dan merekapun melaknat kalianh. Kedua, penolakan Islam terhadap kediktatoran.banyak ayat Al Qurfan yang menunjukan hal itu. QS. 2:258 misalnya mengecam Namrudz yang mengaku bahwa dirinya dapat menghidupkan dan mematikan seperti Tuhan dengan mendatangkan dua orang yang di tangkapnya di tengah jalan lalu menetapkan hukuma mati secara sewenang-wenang kepada salah satunya. Ketiga, dalam Islam, pemilu merupakan kesaksian rakyat dewasa bagi kelayakan seseorang kandidat dan mereka tentu saja, seperti yang di perintahkan Qurfan (QS, 2:282-283), meskipun tidak menyembunyikan persaksianya, meski bersikap adil dan jujur serta tidak menjadi saksi-saksi palsu (QS.22:30 dan QS.65h2). jika tidak, mereka akan di perintah oleh seorang yang tidak memiliki kompetensi. Dan, jika pemilu sebagai lembaga kontrol rakyat terhadap penguasa, di mana kelembagaan itu berfungsi sebagai mekanisme untuk menurunkan penguasa yang tidak kredible dan tidak bertanggung jawab, maka dalam Islam, ikut serta dalam pemilu adalah upaya mengatakan yang benar kepada penguasa yang merupakan seutama-utamanya jihad. Keempat, demokrasi merupakan sebuah upaya mengembalikan sistem kekhilafiahan khulafa Rasyidin yang memberikan hak kebebasan kepada rakyat yang hilang ketika beralihnya sistem kekuasaan Islam kepada sistem kerajaan di tangan Muawiyyah, pendiri monarki Umayyah, sesuatu yang pertama menimpa kaum muslimin dalam sejarah. Kelima, negara Islam adalah negara keadilan dan persamaan manusia di depan hukum. Ada banyak cerita yang memperlihatkan hal itu. Harun al Rasyid, raja terbesar dinasti Abbasiyah, misalnya di tolak kesaksiannya oleh hakim yag di angkatnya sendiri, Abu Yusuf. Alasannya adalah karena ia di nilai Abu Yusuf telah bersikap sombong dan tidak salat berjamafah. Sebab itulah, ia membangun masjid di istananya. Keenam, seperti di rumuskan oleh teoritisi-teoritisi politik Islam semisal al-Mawardi, imamah (kepemimpinan politik) adalah kontrak sosial yang riil, yang karenanya, kata Ibnu Hazm, jika seorang penguasa tidak mau menerima teguran boleh di turunkan dari kekuasaannya dan diganti dengan yang lain.
Agaknya, pangkal persoalan relasi Islam dengan politik bermula dari interpretasi atas praktek dakwah Nabi di Madinah. Pertanyaanya: apakah Nabi hanya berperan sebagai Rasul atau merangkap juga sebagai raja (king)? Pernahkah ia mendirikan sebuah negara? Dan, apakah mendirikan negara juga merupakan tugas yang inhern dari risalah kerasulan? Jawabnya, tidak ada nash yang sharîh menjelaskan bahwa Nabi mendirikan sebuah negara Islam, dan merangkap menjadi penguasa atau raja. Tugas utama beliau diutus di muka bumi, tak lain menjalankan misi kerasulan, bukan menjadi penguasa politik. Jika ia betul-betul telah mendirikan negara sebagai religius necessity, mengapa pula dia tidak berbicara sedikitpun tentang konsep negara Islam secara gamblang? Adapun kenyataan bahwa beliau berhasil mencetuskan Piagam Madinah, sebagaimana yang dikatakan Loenard Binder (1988: 142) tetap “tidak dapat disebut sebagai rezim kerasulan” (the prophetic regime). Madinah saat itu belum dapat disebut sebagai negara menurut konsep politik modern, karena tidak mengenal distribusi kekuasaan sebagaimana konsep trias politica (eksekutif, legislatif dan yudikatif). Lebih lanjut menurutnya Binder, Madinah kala itu bukan negara, bukan juga dinasti, tetapi “sesuatu yang lain” (it must have been something else) yang belum jelas jati dirinya. Dus, lembaran sejarah Islam masih menyimpan banyak persoalan yang vague dan uncertain (samar-samar). Peralihan sistem pemerintahan historis Islam, dari khilâfah menuju dawlah (dinasti) agaknya juga penting dikaji lebih lanjut. Mengapa sistem pemerintahan “demokratis” al-khulafâur râsyidûn berumur sangat pendek (sekitar 30 tahun saja, termasuk 5 bulan pemerintahan sementara Hasan bin Ali), sementara sistem dinasti bertahan enam abad lebih 24 tahun? Dinasti Umayyah bertahan sepanjang 89 tahun, sejak Muawiyah (661 M) sampai Marwan II (750 M). adapun Dinasti Abbasiyah lebih panjang umur, dan bertahan bertahan selama 535 tahun, sejak Abul Abbas as-Shaffah (750 M) sampai al-Mu’tashim (1258 M).

Menjawab persoalan di atas, Abied al-Jabiri mengajukan hipotesis bahwa model pemerintahan demokratis empat khalifah yang diadopsi dari praktek kepemimpinan Nabi di Madinah, sesungguhnya tidak selaras dengan zamannya. Secara sosiologis, kepemimpinan demokratis Nabi hanya aplikatif bagi masyarakat Mekah dan Madinah. Komunitas dua wilayah dikenal menggunakan sistem kabilah dan rekrutmen pemimpinnya atas dasar adagium primus interpares. Artinya, hanya individu yang terbaik dan paling cakap yang akan dipilih oleh komunitas tersebut. Begitu wilayah Islam mengembang ke Damaskus, Persia, Irak dan Mesir, pada zaman empat khalifah, sistem demokrasi menjadi tidak efektif lagi, karena mereka terbiasa dengan sistem kerajaan decisive (tegas) sebagaimana praktek Kerajaan Persia (seorang raja sekaligus merangkap sebagai pemimpin agama) dan kerajaan Romawi Timur (kekuasaan raja tunduk di pada kekuasaan gereja). Pemerintahan demokratis empat khalifah, nyatanya hanya berjalan normal dan aman pada dua periode setengah saja (masa Abu Bakar, Umar, dan permulaan masa Utsman), karena fakta bahwa khalifah pertama dan kedua adalah sosok yang decisive ruler. Abu Bakar berani mengambil kebijakan tidak poluler dengan memaklumatkan perang terhadap kaum murtad, sementara Umar adalah sosok pemberani dan tegas. Pasca kedua figus tersebut, demokrasi berjalan abnormal, bahkan memunculkan the big chaos (al-fitnah al-kubrâ) karena khalifahnya dikenal tidak decisive. Pada sisi inilah, tesis Robert N. Bellah yang mengatakan bahwa kepemimpinan demokratis Nabi di Madinah terlalu maju (too modern) untuk zamannya, dan karena itu dia berumur pendek, patut kita apresiasi lebih lanjut. Dalam sejarah tercatat, setelah sukses mengibuli Ali dalam sidang Tahkim, Muawiyah membuat keputusan yang aneh. Dia meninggalkan Madinah menuju Damaskus, meninggalkan tradisi khilafah ,walaupun dia ditentang oleh beberapa sahabat Nabi, dan menggantikannya dengan sistem Kerajaan Persia yang disebut sistem eajam (non-Arab) oleh Abied al-Jabiri. Sejarah menunjukkan, Dawlah Umawiyah, hasil kreasi politik dan ketegasan Muafwiyah, ternyata mampu menanggulangi situasi chaos, dan diterima oleh kaum Sunni sebagai realitas politik yang dikukuhkan dalam istilah eâmul jamâ’ah (tahun rekonsiliasi). Kreasi politik Muawiyah akhirnya menjadi pilihan utama para penguasa Islam klasik selanjutnya, sampai kita menapaki era modern. Fakta sejarah di atas menunjukkan, bentuk negara menurut Islam sangat terbuka, asalkan mampu mengaktualisasikan maqhâsidus syarîfah. Republik Mesir, Kerajaan Arab Saudi, Kerajaan Konstitusional Malaysia, dan Demokrasi Indonesia adalah varian-varian negara Islam modern. Kebebasan beragama, toleransi, anti-diskriminasi, penegakan hukum, keadilan dan HAM adalah partikular dari maqhâsidus syarîfah yang wajib dikampanyekan para capres-cawapres, dan diaktualisasikan ketika mereka benar-benar terpilih. Jika itu tidak mereka kerjakan, maka sesungguhnya secara substansial mereka tidak layak disebut memimpin dengan nilai-nilai Islam.
Fenomena formalisasi syarifat Islam dibaca dan diterjemahkan dengan menarik oleh Nurkholish Madjid sebagai :“Pembicaraan hubungan antara agama dan negara dalam Islam selalu terjadi dalam suasana yang stigmatis. Ini disebabkan, pertama, hubungan agama dan negara dalam Islam adalah yang paling mengesankan sepanjang sejarah umat manusia. Kedua, sepanjang sejarah, hubungan antara kaum Muslim dan non-Muslim Barat (Kristen Eropa) adalah hubungan penuh ketegangan. Dimulai dengan ekspansi militer-politik Islam klasik yang sebagian besar atas kerugian Kristen (hampir seluruh Timur Tengah adalah dahulunya kawasan Kristen, malah pusatnya) dengan kulminasinya berupa pembebasan Konstantinopel (ibukota Eropa dan dunia Kristen saat itu), kemudian Perang Salib yang kalah-menang silih berganti namun akhirnya dimenangkan oleh Islam, lalu berkembang dalam tatanan dunia yang dikuasai oleh Barat imperialis-kolonialis dengan Dunia Islam sebagai yang paling dirugikan. Disebabkan oleh hubungan antara Dunia Islam dan Barat yang traumatik tersebut, lebih-lebih lagi karena dalam fasenya yang terakhir Dunia Islam dalam posisi “kalah,” maka pembicaraan tentang Islam berkenaan dengan pandangannya tentang negara berlangsung dalam kepahitan menghadapi Barat sebagai “musuh”. Dengan kata lain, semangat mengusung syari’at Islam sejalan dengan semangat memusnahkan apa-apa yang dianggap sebagai “ajaran Barat”, seperti demokrasi-sekularisme, pluralisme, kapitalisme, serta isme-isme lainnya.
Sistem khilafah mungkin dianggap sukses untuk menyebarkan pengaruh dan kekuasaan Islam di jaman dulu, namun tentunya sekarang sudah bukan lagi jamannya caplok-mencaplok wilayah negara lewat perang dan pendudukan. Seandainya saat ini terbentuk khilafah Islam, dan menjadi kekuatan besar dunia, sedikit gesekan dengan dunia Barat (yang dianggap sebagai musuh Islam) sangat mungkin akan melahirkan Perang Dunia 3, 4, 5 dan seterusnya. Untuk apa kita kembali mengulangi sejarah kelam dunia ini? Solusi untuk mencapai persatuan ummat Islam yang paling relevan menurut hemat saya adalah dengan mengoptimalkan peran OKI (Organisasi Konferensi Islam). Di sanalah wadah negara-negara Muslim untuk bekerja sama, saling bahu membahu, menghadapi tantangan global yang semakin kompleks. Sejalan dengan itu, daripada kita meributkan tentang prinsip negara, yang sudah jelas bahwa demokrasi khususnya KDP merupakan kesinambungan daripada KNI, mengapa kita tidak lebih mengedepankan pengembangan mental serta moral para calon calon pemimpin bangsa ini agar kelak negara ini dapat dipimpin oleh seorang yang memiliki moral serta wawasan tentang “kebenaran sejati” yang identik dengan jiwa kekhalifahan yang selama ini dipersitegangkan.

Sumber :

Nurkholish Madjid, (Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah)

Abdul Qadim zallum, pemikiran politik Islam: mengemukakan ketinggian politik islam, terj. Abu faiz (Bangil: Al izzah, 2001)

Bahtiar effendy, Teologi baru politik Islam: Pertautan agama, negara, dan demokrasi (Yogyakarta: Galang press, 2001)

M. Quraish shihab, wawasan Alquran (Bandung, Mizan, 2000)

Tim dosen PAI Universitas Brawijaya, Buku daras pendidikan agama Islam (Malang, Citra mentari group, 2006)

Abu ridha, Saat dakwah memasuki wilayah politik (Bandung, Syamil cipta media, 2003)

Abied al-Jabiri, Al-‘Aqlus Siyâsil ‘Arabî (,Vol. III. 1992: 231, 259)

(HTTP://AISAR.WORDPRESS.COM/2007/10/03/

(HTTP://KITASATU.16.FORUMER.COM/VIEWTOPIC.PHP?T=8)

(http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Islam)

(ROSITSKA.BLOGSPOT.COM/2007/12/WACANA-DEMOKRASI-DI-DUNIA-ISLAM.HTML )

(Http://Islamlib.com)

Readmore...

Resensi film The Last Samurai dan tinjauan berdasarkan The Cognitive-Motivational-relational theory

Resensi film The Last Samurai dan tinjauan berdasarkan The Cognitive-Motivational-relational theory




Seorang kapten Amerika, kapten Algren, yang merupakan salah seorang veteran perang ketika tentara Amerika berusaha memperebutkan wilayah dengan suku indian setempat. Pada perang tersebut, banyak anak-anak dan wanita serta orang-orang yang tidak berdaya dari suku indian dibunuh dengan kejam oleh para tentara Amerika. Hal ini selalu menghantui hidup kapten Algren, karena ia juga merasa bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa kekejaman tersebut. Setelah perang melawan suku indian usai kapten Algren yang masih dihantui perasaan bersalahnya hidup dengan serampangan dan ia menjadi seorang alcoholic. Sampai pada akhirnya mantan rekan satu komandonya pada perang melawan suku indian yang lalu memanggilnya dan menawarkan pekerjaan sebagai pelatih pasuka bersenjata jepang. Pada zaman itu, jepang sedang mengalami masa transisi, dari budaya asli jepang ke budaya barat. Adalah _______ yang sangat berambisi untuk menjadikan jepang sebagai negara modern dan berbudaya barat. Di lain pihak penentang budaya barat yang diwakili oleh para samurai mencoba untuk mempertahankan kebudayaan asli jepang yang mereka anggap sarat dengan nilai-nilai luhur dan wajib diperjuangkan. _______ yang memperkerjakan kapten Algren untuk melatih tentara jepang menggunakan senjata-senjata bertekhnologi barat seberarnya memiliki misi pribadi yaitu ingin menghancurkan para samurai. Yang bertentangan dengan ide budaya baratnya, namun dengan dalih bahwa para samurai menggangu pekerjaan pembuatan rel kereta api. Selang beberapa waktu, karena ketidaksabaran _______ untuk menghabisi lawan politiknya yang dipimpin oleh Matsumoto mengadakan perang di dalam hutan. Tentara jepang yang sebenarnya sama sekali belum siap kalah telak. Kapten Algren yang bersama mereka ditawan oleh para samurai dan dibawa ke perkampungan mereka. Ia diinapkan di rumah seorang janda perang bernama Taka.


Suami Taka dibunuh oleh kaptern Algren pada saat perang di hutan. Mulanya kapten Algren dikucilkan oleh penduduk setempat, namun lama-kelamaan karena tekat dan semangatnya yang kuat persis seperti semangat yang dimiliki para samurai secara perlahan ia mulai diterima oleh warga setempat. Ia belajar kebudayaan setempat mulai dari bahasa hingga bagaimana cara bertarung seorang samurai. Secara tidak sadar ia mulai menyukai kehidupan para samurai-samurai tersebut. Kapten Algren berada disana selama musim dingin. Ia sempat menyelamatkan nyawa Matsumoto ketika terjadi penyerangan oleh para ninja yang diutus oleh _______. Setelah peristiwa itu ia mendapatkan simpati dari para samurai. Pada awal musim semi ia dibebaskan oleh para samurai dan dikembalikan kepada pemerintahan pusat di Tokyo. Kawan-kawannya di Tokyo sangat terkejut mengetahui bahwa kapten Algren ternyata masih hidup. Ia diminta untuk melatih pasukan bersenjata jepang. Namun karena ia tahu bahwa pasukan yang akan dilatihnya akan digunakan untuk berperang dengan para samurai, yang kehidupannya mulai ia cintai, menolak penawaran itu. Pada saat yang bersamaan, para samurai yang diwakili oleh para pemimpin mereka, Matsumoto, menghadap kaisar. Ia meminta pada kaisar, untuk berbijaksana dalam menghadapi masa transisi tersebut. Namun karena kaisar masih sangat muda, sangat canggung dalam membuat kebijakan, ditambah dengan hasutan dari _______ maka kaisar tidak berpihak pada Matsumoto. Matsumoto dan para samurai merasa sangat terpukul. Selama hidupnya para samurai merupakan pengikut sekaligus pelindung setia kaisar. Matsumoto yang merasa sangat terpukul berencana untuk melakukan Harakiri, bunuh diri karena menanggung rasa malu dan penyesalan yang amat sangat, yang sudah merupakan adat setempat. Kapten Algren yang merasakan firasat buruk berhasil menemukan Matsumoto dan meyakinkannya untuk tidak melakukan Harakiri. Matsumoto dan kapten Algren berusaha melarikan diri dari tempat rencana harakiri Matsumoto yang dijaga ketat oleh tentara bersenjata. Para samurai beserta kapten Algren berhasil kembali ke perkampungan samurai. Namun pada saat pelarian diri tersebut anak Matsumoto, _______, berhasil dibunuh oleh tentara jepang. Didorong oleh rasa cintanya kepada kaisar serta amarah atas kematian anknya, akhirnya Matsumoto bersama para samurai memutuskan untuk memerangi Tentara bersenjata Jepang. Kapten Algren yang memiliki kemampuan sebagai penentu strategi perang dipercaya menjadi pengatur strategi perang pasukan samurai. Perang pun dimulai, pasukan bersenjata jepang yang digawangi oleh _______, _______ dan _______ sebagai komandan pasukan dengan penuh rasa angkuh karena memiliki senjata perang bertekhnologi barat mulai menembaki para samurai. Namun karena strategi kapten Algren mereka dapat mengalahkan pasukan bersenjata tersebut. Selanjutnya batalion 2 segera dikirimkan. Dengan semangat membara para samurai maju melawan pasukan militer. Namun karena kalah dalam jumlah dan persenjataan maka para samurai tersebut gugur satu per satu, termasuk Matsumoto. Kapten Algren yang sudah terluka sangat parah masih dapat bertahan hidup karena komandan pasukan bersenjata jepang _______ yang dahulu juga merupakan seorang samurai berempati dan memerintahkan untuk menghentikan serangan setelah melihat perjuangan para samurai yang akhirnya gugur tersebut. Setelah itu kapten Algren yang merupakan satu-satunya samurai yang masih hidup setelah perang tersebut mendatangi kaisar dan memberi tahu bahwa Matsumoto, yang juga merupakan mantan guru kaisar, tewas bersama semua samurai lainnya. Akhirnya kaisar menyadari kesalahannya dan membuat kebijaksanaan dengan menghentikan semua bentuk modernitas barat serta mengambil alih harta keluarga _______. Kaisar pun berjanji agar selalu berusaha untuk mensejahterakan rakyatnya bersama jiwa-jiwa para samurai yang telah gugur.


Analisa dan Kesimpulan

Film ini sangat kental dengan nuansa Jepang, terutama nilai-nilai budaya aslinya. Namun warisan budaya leluhur tersebut terlihat sudah mulai banyak dilupakan dan ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri. Terlebih di kalangan para pejabat pemerintahan. Bahkan sampai merambah ke Kaisar Jepang sendiri! Sungguh ironis. Kedua kalangan atas tersebut malah menganggap, bahwa budaya warisan leluhur mereka itu harus diberangus karena sudah tidak sejalan dengan perkembangan zaman. Kaisar Jepang bahkan malah memerintahkan agar menumpas dan menghabisi warganya sendiri yang masih setia memegang teguh budaya leluhur bangsa mereka. Kaisar menuding mereka sebagai kaum pemberontak dan bahkan dicap kolot. Mereka adalah kaum Samurai yang tinggal di sebuah daerah terpencil, yang dikelilingi oleh perbukitan dan pegunungan nan asri, di pedalaman Jepang.
Film ini juga mengisahkan lika-liku pengalaman dan perjalanan hidup seorang tentara AS berpangkat Kapten (diperankan oleh Tom Cruise ). Ia diminta oleh Pemerintah Jepang untuk melatih para prajurit/tentaranya -- yang akan dipersiapkan untuk menyerbu dan menghabisi kaum Samurai (terutama pimpinannya). Namun pada saat memimpin tentara Jepang dalam peperangan melawan kaum Samurai ia justru diculik dan dibawa pergi oleh pihak musuh ke desa mereka yang terpencil di pedalaman. Nah, selama diculik di pengasingan tersebut, Kapten berkebangsaan AS itu malah merasa betah dan mendapatkan banyak sekali pelajaran hidup. Ia justru diperlakukan secara baik dan terhormat. Ternyata kaum Samurai yang dianggap negatif, kejam, kolot, dan bahkan dicap sebagai pemberontak, justru sangat menjunjung tinggi etika dan moralitas. Mereka juga terlihat sangat memegang teguh filosofi-filosofi dasar bangsa Jepang dan menghayati serta mengamalkannya secara total pula.
Singkat cerita, banyak sekali hikmah dan pengalaman positif yang didapatkan oleh Kapten AS tersebut selama hidup berbaur bersama kaum Samurai. Ada pula sisi romantisnya, di samping pengalaman-pengalaman lucu dan konyol. Bahkan ada beberapa adegan yang membuat saya tersentuh sekaligus terkesan. Di antaranya ketika Kapten tersebut dijamu/dilayani secara baik oleh seorang wanita Jepang -- yang ditugaskan untuk menampungnya selama di daerah terasing tersebut. Usut punya usut, ternyata wanita tersebut ialah istri seorang tokoh kaum Samurai yang telah tewas dibunuh oleh Kapten AS itu pada saat peperangan sebelum ia diculik! Namun wanita itu sama sekali tidak menyimpan dendam, karena menganggap Kapten tersebut hanya menjalankan tugas. Sedangkan suaminya dianggap mati terhormat di medan pertempuran. Baginya, itu malah membanggakan dan ia pun sudi memaafkan siapa pun pembunuhnya.
Adegan lain yang membuat terkesan yaitu ketika Kapten AS tersebut malah menolak tawaran materi dan jabatan menggiurkan dari kalangan Pemerintah Jepang -- sebagai imbalan jika ia mau memimpin penumpasan terhadap kaum Samurai (ketika ia telah dibebaskan/dilepas dari masa penculikan). Kapten tersebut malahan lebih memilih membela kaum Samurai dan bergabung bersama mereka, yang telah memberinya banyak pelajaran hidup dan memperlakukannya secara baik selama diculik. Ia rupanya lebih mendengarkan suara hati nuraninya.Ia pun akhirnya memimpin perlawanan kaum Samurai terhadap penyerbuan tentara Jepang yang pernah dilatihnya dulu. Alhasil, ia tau banyak seluk-beluk taktik/strategi perang pihak lawan tersebut. Hasilnya, kaum Samurai yang dipimpinnya, yang jumlahnya jauh lebih kecil dan hanya bersenjatakan pedang serta panah, malah berhasil menaklukkan tentara Jepang yang berjumlah ribuan dan menggunakan senjata modern.
Jepang di era Restorasi Meiji adalah jaman yang penuh riak. Perubahan ke arah modernitas mendapat tentangan dari kelompok konsevatif. Termasuk di dalamnya adalah para samurai. Mereka yang menolak restorasi muncul lewat pemberontakan-pemberontakan. Salah satu samurai yang terhebat saat itu adalah Katsumoto . Ialah tokoh di balik perlawanan, termasuk ketika diserangnya pembangunan rel kereta api. Omura , salah seorang penasihat kaisar memutuskan untuk menyerang Katsumoto, dengan menggunakan tentara yang dibina Algren. Dalam suatu pertempuran dengan para samurai, Algren tertawan. Alih-alih membunuhnya, Katsumoto membiarkan Algren hidup semata-mata untuk mempelajari kebiasaan musuhnya itu. Tapi justru dari balik tembok tahanan Algren mempelajari banyak hal. Begitu juga sebaliknya. Antara Algren dan Katsumoto pun terbina hubungan yang dekat. Di sisi lain, Algren terkagum-kagum pada pola hidup masyarakat Jepang yang menurutnya damai dan disiplin. Ia juga heran karena Taka , adik Katsumoto, tidak dendam padahal ia membunuh suaminya.
Edward Zwick, sebagai produser film the last samurai melakukan ekplorasi alur cerita dengan baik, pengembangan karakter yang stabil serta memperlihatkan bagaimana sebuah aksi dibangun dengan memberikan sentuhan dramatis. Sosok Algren sendiri dikisahkan sebagai tokoh labil. Ia pernah mempertaruhkan nyawanya untuk bangsa. Tapi proses yang dialaminya dalam perang membuat Algren mempertanyakan kembali makna hidup. Bisa ditebak, ia menemukan kembali kehidupannya di Jepang.
Film The Last Samurai yang diangkat dari epik klasik ini cukup menggugah kesadaran makna modernitas yang kini mengglobal karena provokasi negara maju. Film ini sebenarnya bukan tema baru. Film bertema serupa sudah berpuluh kali diangkat ke layar kaca dan layar lebar. Begitu pula versi bukunya. Bahkan judul yang dipakai oleh penulis skenario John Logan dalam film ini sama persis dengan buku karya Helen Dewitt.

Bedanya, Dewitt mengangkat hubungan antara Sybilla sebagai orangtua tunggal dan Ludo, anaknya yang terlalu cepat dewasa dan keras kepala. Sybilla digambarkan sebagai perempuan Jepang ideal menghadapi gejolak anaknya yang cepat terpengaruh hal berbau modernitas. Buku The Last Samurai menggambarkan keseimbangan diri menatap modernitas dan tradisionalitas sekaligus. Film yang berupaya menempatkan Tom Cruise sebagai tokoh sentral ini terasa kurang sepadan dengan tema besar yang dipilih. Bekas suami Nicole Kidman ini memang tampil apik sebagai sebagai Kapten Nathal Algren yang suka mabuk. Namun, begitu mamasuki fase kehidupan seorang Samurai, Tom tampak kesulitan memunculkan aura pendekar Samurai yang sebenarnya. Proses yang ia jalani begitu mudah dan kelewat instan. Mungkinkah karena ia orang Amerika? Kegagalan Tom Cruise bisa jadi karena wajahnya terlalu manis untuk karakter Jepang yang keras. Berbeda dengan Ken Watanabe yang tampil sebagai loyalis Kaisar Meiji sejati. Aktor tinggi besar ini bukan cuma menampilkan sosok yang garang, tapi juga bijak sebagai pemimpin. Akting apik itu mengantar Wanatabe sebagai unggulan peraih Golden Globe Awards 2003 untuk kategori Aktor Pendukung Pria Terbaik. Selain karakter Tom Cruise yang kurang kuat film juga kurang menampilkan teknik pertarungan para Samurai yang sebenarnya. Setidaknya jika ditakar dengan aksi yang pernah ditampilkan Akira Kurosawa dalam The Seven Samurai. Aksi tarung The Last Samurai sangat terpengaruh film Gladiator yang dibintangi Russel Crowe. Kedekatan ini bisa jadi karena dua skenario film ini sama-sama ditulis John Logan.
Film yang juga memotret eksotisme kehidupan warga pedalaman Jepang ini tak melulu bicara perang, pedang, senapan, dan intrik orang dekat Kaisar Meiji. John Logan masih sempat memasukkan sisi lembut berupa kisah cinta diam-diam antara Algren dan Taka. Meski ditempatkan di akhir cerita, sutradara Edward Zwick cukup berhasil membangun semangat kemanusiaan di dalamnya. Zwick tak terjebak kisah cinta ala Hollywood yang melankolik dan kadang cenderung cengeng. Selain itu Zwick tak kalah apik memotret masa akhir kejayaan para Samurai dalam struktur masyarakat Jepang pada 1876. Suasana Jepang abad ke-18 juga dihadirkan dalam pandangan visual yang lumayan memikat. Petualangan ke lembah dan pegunungan di Jepang adalah wisata yang lain bagi penonton. Walhasil, ketika baru dirilis di Amerika The Last Samurai langsung nangkring di urutan pertama film terlaris dengan pemasukan US$ 24,4 juta selama dua pekan. Hanya saja film produksi Hollywood ini mengundang pertanyaan, terutama alur cerita yang menempatkan Amerika sebagai juru selamat dunia. Katsumoto yang tewas berwasiat kepada Algren agar pedang kebesaran dikembalikan kepada Kaisar Mieji. Pedang itu lambang loyalitas dan penjaga tradisi Jepang. Entah kenapa Kaisar Meiji tergerak mewariskannya pada Algren. Mungkinkah karena ia orang Amerika?


Film berdurasi dua jam 34 menit ini saling mengimbangi dari segi cerita. Aksi kekerasan--misalnya menebas kepala yang biasa dilakukan samurai--, diimbangi humor. Aksi peperangan kolosal yang menegangkan, diselipi kisah cinta terpendam. Dan kejahatan ditandingi sikap terhormat para samurai. Kepiawaian Zwick sendiri tidak akan lengkap tanpa dibarengi akting para pemainnya. Tom Cruise--bermain cemerlang pada Mission Impossible, Vanilla Sky--, kembali bermain cemerlang sebagai Algren. Kali ini Cruise harus beradu akting dengan para pemain papan atas Jepang. Para pemain Jepang yang terlibat dalam The Last Samurai adalah bintang-bintang senior. Hiroyuki Sanada yang memerankan Ujio, tangan kanan Katsumoto, adalah aktor besar Jepang. Sosoknya yang dingin dan cenderung antagonis adalah magnet tersendiri dalam film ini. Sanada mulai berakting di usia 13 tahun dan sudah bermain di lebih dari 50 film Jepang, termasuk thriller Ring. Sanada tdak hanya terkenal karena aktingnya, tapi juga kemampuan dalam ilmu bela diri. Tak heran ia juga merangkap menjadi konsultan tidak resmi dalam film ini. Pemain Jepang lain yang sangat menonjol tentunya Ken Watanabe. Aktor watak ini menunjukkan kekuatan akting berpadu humor dan integritas sebagai Katsumoto. Ken Watanabe adalah mulai berakting di panggung karakter, sebelum merambah dunia televisi dan layar lebar di Jepang. Pemain Jepang lainnya adalah Koyuki yang berperan sebagai Taka. Zwick juga meminta sutradara terkenal Jepang Masato Harada, untuk berperan sebagai Omura.
Singkat kata, film ini sarat dengan pesan moral dan termasuk film asing yang mampu membuat kita terkesan. LUAR BIASA dan DAHSYAT! Ternyata makna Samurai ialah mengabdi. Untuk siapa? Untuk bangsa dan negara. Dan kaum Samurai yang diangkat dalam film ini sebenarnya ialah suatu kaum yang ingin melindungi Kaisar dan bangsa Jepang dari terpaan pengaruh budaya asing, terutama budaya barat yang sangat diagung-agungkan oleh kalangan Pemerintah Jepang. Namun mereka justru dicap sebagai pemberontak. Sungguh ironis dan tragis! Bagi kaum Samurai. mereka akan sangat bangga ketika diminta untuk memenggal kepala musuh-musuhnya. Mereka juga menganggap, bahwa kematian ialah jauh lebih baik daripada harus hidup dengan menanggung rasa malu. Jadi, mereka lebih memilih bunuh diri atau minta dibunuh ketika mereka 'merasa gagal' dalam perjuangan atau mempertahankan sesuatu. Mereka juga sangat membenci sikap pengecut dan pecundang. Namun mereka tidak akan membunuh musuh yang sudah menyerah kalah.
Saat ini (terutama di negara kita), jarang kita jumpai seseorang yang mau melayani bangsanya dengan tulus tanpa mengharapkan imbalan. Cerita dalam film ini juga mengingatkan saya akan arti penting dari sebuah kesempurnaan. Bukan hasil yang sempurna melainkan "proses" yang kita jalani untuk meraih kesempurnaan..


The Cognitive-Motivational-relational theory

Kapten Algren merupakan seorang yang memiliki penduruan serta jiwa yang kuat. Namun penyesalannya ketika perang melawan suku Indian yang telah menewaskan banyak anak anak, wanita, serta orang orang tak berdaya membuatnya merasa sangat berdosa. Rasa penyesalan ini terus diembannya hingga membuatnya hamper putus asa dalam menjalani hidup dan hamper saja membuatnya tidak ingin kembali menjalani kehidupan militer yang ianggapnya sangat tidak berperikemanusiaan. Tetapi ia tidak bisa menyangkal keinginan pribadinya yang memang telah menyatu dengan jiwa militeristik dan peperangan. Terbukti ketika ia tidak menolak tawaran _____ untuk melatih tentara bersenjata Jepang. Motivasi dari dalam dirinya yang sangat besar kepada dunia militer dan perang disamping demi kepentingan ekonomi untuk melanjutkan hidupnya membuatnya ingin mencoba kembali kehidupan militer yang telah ia tinggalkan sebelumnya. Sampai saat ketika ia bertemu dengan para samurai yang dinilainya memiliki semangat juang yang tinggi serta menjunjung nilai nilai luhur peninggalan nenek moyang mereka. Kehidupan para samurai merubah cara pandang kapten Algren dari yang mulanya menganggap para samurai sebagai penghalang tentara bersenjata jepang yang bertugas untuk membangun modernitas di jepang dan secara notabene merupakan anak didiknya.
Setelah mengetahui kehidupan para samurai yang sebenarnya ia pun jatuh hati dengan jalan yang telah dipilih oleh para samurai tersebut. Penghargaan terhadap alam, disiplin, kerja keras, semangat yang membara, dan kepatuhan terhadap norma norma adat membuat kapten algren kagum. Ditambah pula perasaan sesal yang masih terus membekas melihat orang orang tak berdaya dibunuh mempengaruhi dirinya untuk mendukung perlawanan para samurai terhadap pasukan bersenjata jepang,mantan “pasukan asuhnya”. Kapten algren merasa bahwa senjata modern melawan pedang samurai sangatlah tidak berimbang. Ia tidak ingin dengan ketidak berimbangan itu, nyawa nyawa para samurai diambil oleh pasukan bersenjata jepang.persis ketika tentara amerika membantai suku Indian yang lalu. Moivasi motivasi itu yang membuat kapten Algren merubah pendiriannya .
Sedangkan dari pihak samurai yang diwakili oleh Matsumoto, menganggap kapten Algren sebagai orang yang memiliki jiwa yang sangat kuat layaknya seorang samurai sejati. Karena itu matsumoto pun menaruh rasa hormat, kagum, serta keprcayaan kepada kapten Algren untuk mengatur strategi perang para samurai. Jatuh hati kapten Algren kepada para samurai membawanya hingga perang akhir melawanpasukan bersenjata jepang. Kapten Algren benar benar berpihak kepada para samurai. Terbukti pula ketika terjadinya perang, Motivasinya untuk mempertahankan dan memperjuangkan “jalan hidup seorang samurai” membuatnya begitu tangguh serta gagah berani dipeperangan. Emosi cintanya kepada jalan hidup samurai membuat jiwa kapten Algren bersatu dengan jiwa jiwa para samurai. Secara logika kapten Algren tidak mendapatkan keuntungan apapun –secara materil- ketika bergabung dengan para samurai untuk berperang melawan pasukan bersenjata jepang. Baginya para samurai merupakan perwakilan dari orang orang yang tertindas dan hal inipum menjadi salah satu motivasinya. Dengan membantu para samurai ia berharap dapat menebus dosa dosanya yang terdahulu ketika terjadi pembantaian terhadap suku Indian. .
Suatu konflik batin yang sangat dahsyat terjadi dalam diri kapten algren. Disatu pihak ia merupakan pelatih pasukan bersenjata jepang yang secara teoritis harus ia dukung. Dilain pihak, karena rasa cintanya terhadap jalan hidup para samurai dan banyak motivai lainnya yang telah diungkap diatas , merubah pemikiran kognitifnya dan membuatnya mengabaikan pilihan logis yang seharusnya ia ambil.


Readmore...

Jaringan Komunikasi

Jaringan Komunikasi

Secara sederhana, definisi jaringan komunikasi adalah ”siapa berbicara dengan siapa atau kepada siapa”. De Vito (1997), mendefinisikan jaringan komunikasi sebagai suatu saluran atau jalan tertentu yang digunakan untuk meneruskan pesan dari satu orang ke orang lain. Salah satu cara untuk memahami perilaku manusia adalah dengan mengamati atau memahami hubungan-hubungan sosialnya yang tercipta karena adanya proses komunikasi interpersonal. Oleh karena itu untuk memahami hubungan sosial yang demikian dapat dipelajari melalui studi jaringan komunikasi. Ketika dua orang atau lebih ikut serta dalam pengiriman pesan, mereka terlibat dalam suatu jaringan komunikasi. Karena struktur hirarkinya yang ketat, jarak fisik yang jauh dari orang-orangnya, perbedaan yang besar dalam kompetensinya, dan berbagai tugas khusus yang harus diselesaikan, maka organisasi harus menciptakan jaringan komnunikasi yang beragam. Dengan perspektif yang manapun, jaringan komunikasi merupakan jenis umum pola komunikasi kelompok dan dapat dijumpai umumnya dalam komunikasi kelompok dan organisasi.
Jaringan komunikasi adalah saluran yang digunakan untuk meneruskan pesan dari satu orng ke orang lain. Jaringan ini dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, kelompok kecil sesuai dengan sumberdaya yang dimilikinya akan mengembangkan pola komunikasi yang menggabungkan beberapa struktur jarngan komunikasi. Jaringan komunikasi ini kemudian merupakan sistem komunikasi umum yang akan digunakan oleh kelompok dalam mengirimkan pesan dari satu orang keorang lainnya. Kedua, jaringan komunikasi ini bisa dipandang sebagai struktur yang diformalkan yang diciptakan oleh organisasi sebagai sarana komunikasi organisasi. Beberapa pengertian jaringan komunikasi menurut beberapa ahli dapat disebutkan sebagai berikut:

1) Pengertian jaringan komunikasi menurut Rogers (1983) adalah suatu jaringan yang terdiri atas: individu-individu yang saling berhubungan, yang dilmbungkan oleh arus komunikasi yang terpola.
2) Hanneman dan Mc Ever dalam Djamali (1999) menyatakan bahwa jaringan komunikasi adalah pertukaran informasi yang terjadi secara teratur antara dua orang atau lebih.
3) Knoke dan Kuklinski (1982) melihat jaringan komunikasi sebagai suatu jenis hubungan yang secara khusus merangkai individu-individu, obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa.
4) Berger dan Chaffee mengutip pendapat Farace (1977) yang melihat jaringan komunikasi sebagai suatu pola yang teratur dari kontak antara person yang dapat diidentifikasi sebagai pertukaran informasi yang dialami seseorang di dalam sistem sosialnya (Berger dan Chaffee. 1987:239).
5) Feldman dan Arnold (1993) membedakan jaringan komunikasi menjadi dua jenis, yaitu jaringan komunikasi formal (menyerupai struktur organisasi) dan jaringan komunikasi informal yang disebut juga sebagai grapevine atau benalu komunikasi.
6) Sajogyo (1996) mengistilahkan jaringan komunikasi informal ini sebagai jaringan komunikasi tradisional. Jaringan komunikasi tradisional merupakan saluran komunikasi yang paling penting untuk mobilisasi desa .



Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan pengertian jaringan komunikasi secara lebih khusus, yaitu suatu rangkaian hubungan di antara individu-individu dalam suatu sistem sosial sebagai akibat dari terjadinya pertukaran informasi di antara individu-individu tersebut, sehingga membentuk pola-pola atau model jaringan komunikasi tertentu. Rogers dan Kincaid membedakan pola atau model Jaringan komunikasi ke dalam Jaringan Personal Jari-jari (Radial Personal Network) dan Jaringan Personal Saling mengunci (Interlocking Personal Network). Model Jaringan demikian bersifat memusat dan menyebar. Jaringan personal yang memusat (interlocking) mempunyai derajat integrasi yang tinggi. Sementara suatu Jaringan personal yang menyebar (radial) mempunyai derajat integrasi yang rendah, namun mempunyai sifat keterbukaan terhadap lingkungannya. Selanjutnya Rogers dan Kincaid menegaskan, individu yang terlibat dalam Jaringan komunikasi interlocking terdiri dari individu-individu yang homopili, namun kurang terbuka terhadap lingkungannya.





STRUKTUR JARINGAN KOMUNIKASI

Suatu Jaringan.merupakan sebagai suatu tipe hubungan antar peserta komunikasi dengan ditandai oleh bentuk interaksi timbal balik yang simetris. Setiap hubungan antara peserta komunikasi yang terjalin dalam masyarakat adalah suatu bentuk Jaringan, karena itu dasar hubungan sosial yang berbeda akan melahirkan Jaringan yang berbeda pula. Di samping itu, dalam menjalin hubungan sosial tersebut, setiap peserta komunikasi membawa ciri-ciri kepribadiannya sendiri, sehingga masuk atau keluarnya seorang peserta komunikasi dalam jalinan hubungan sosial akan mempengaruhi struktur interaksi yang diciptakan. Berbeda dengan Rogers dan Kincaid yang menekankan model jaringan komunikasi pada masyarakat yang lebih luas, DeVito lebih menekankan pada struktur jaringan komunikasi yang terjadi dalam kelompok atau organisasi. Menurut DeVito (1997), ada lima struktur jaringan komunikasi kelompok, yang juga akan relevan di dalam menganalisis model jaringan komunikasi. Kelima struktur tersebut adalah:

1) Struktur Lingkaran  Strukutur lingkaran tidak memiliki pemimpin. Semua anggota posisinya sama. Mereka memiliki wewenang atau kekuatan yang sama untuk mempengaruhi kelompok. Setiap anggota bisa berkomunikasi dengan dua anggota lain di sisinya.

2) Struktur Roda  Struktur roda memilki pemimpin yang jelas. Yaitu yang posisinya dipusat. Orang ini merupakan satu-satunya yang dapat mengirim dan menerima pesan dari semua anggota. Oleh karena itu, jika seorang anggota ini berkomunikasi dengan anggota lain, maka pesannya harus disampaikan melalui pemimpinnya.

3) Struktur Y  Struktur Y relative kurang tersentralisasi di banding dengan strukrur roda , tetapi lebih tersentralisasi dibandingkan dengan pola lainnya. Pada struktur Y juga terdapat pemimpin yang jelas . tetapi semua anggota lain berperan sebagai pemimpin kedua. Anggota ini dapat menngirimkan dan menerima pesan dari dua orang lainnya. Ketiga anggota lainnya komunikasinya terbatas hanya dengan satu orang lainnya.

4) Struktur Rantai  Struktur rantai sama dengan struktur lingkaran kecuali bahwa para anggota yang paling ujung hanya dapat berkomunikasi dengan satu orang saja. Keadaan terpusat juga terdapat disini. Orang yang berada di posisi tengah lebih berperan sebagai pemimpin daripada mereka yang berada di posisi lain.

5) Sruktur Semua Saluran.

1. Anggota Klik / Group
Kelompok individu yang seringkali melakukan kontak dengan anggota yang lain. Syarat keanggotaan klik : individu-individu harus mampu melakukan kontak satu sama lain, bahkan dengan cara tidak langsung. Klik juga terdiri dari individu yang keadaan sekelilingnya memungkinkan kontak antar individu, yang satu sama lain saling menyukai dan merasa puas dengan kontak tersebut.

2. Penyendiri / Isolates
Adalah mereka yang hanya melakukan sedikit atau sama sekali tidak mengadakan kontak dengan anggota kelompok yang lain. Misalnya, Beberapa anggota organisasi menjadi penyendiri bila berurusan dengan kehidupan pribadi pegawainya. Karakteristik penyendiri / Isolates :
1. Lebih berorientasi diri sendiri, kurang motivasi dan upaya untuk maju serta rendahnya keinginan untuk berinteraksi.
2 Kurang pengalaman dalam sistem, rata-rata lebih muda, dan tidak memiliki power dalam organisasi.
3. Lebih banyak menyimpan informasi daripada mengalirkannya.
4. Menganggap komunikasi sebagai sistem tertutup dan tidak nyaman berada dalam sistem.
5. Tidak banyak tahu anggota grup dibanding lainnya dan cenderung menyimpan informasi yang relevan untuk kepentingan grupnya sendiri

3. Jembatan / Bridge
Adalah seorang anggota klik yang memiliki sejumlah kontak yang menonjol dalam hubungan antara kelompok, juga menjalin kontak dengan anggota klik lain. Sebuah jembatan berlaku sebagai pengontak langsung antara dua kelompok pegawai dalam organisasi. Sebuah jembatan juga rentan terhadap semua kondisi yang menyebabkan kehilangan, kerusakan dan penyimpangan informasi.

4. Penghubung / Liaisons
Adalah orang yang menghubungkan dua klik atau lebih, tetapi dia bukan anggota salah satu kelompok yang dihubungkan tersebut. Penghubung memegang peranan penting bagi berfungsinya oranisasi secara efektif. Penghubung dapat melancarkan maupun menghambat aliran informasi. Karakteristik Liaisons :
1. Memiliki kedudukan tinggi dan penting terhadap organisasi, berpengaruh banyak,berintegrasi dan berkoordinasi dengan berbagai grup untuk memperbaiki posisinya.
2. Berinteraksi cukup lama dengan organisasi, tahu sistem dan lebih terbuka dibanding isolates.
3. Dianggap penting dan memiliki kemampuan karena peranan interaksinya

5. Penjaga Gawang / Gatekeeper
Adalah orang yang secara strategis ditempatkan dalam jaringan agar dapat melakukan pengendalian atas pesan yang disebarkan melalui sistem tersebut. Kegiatan penjaga gawang: mengaitkan-menyimpan-merentangkan-mengendalikan.

6. Pemimpin Pendapat / Opinion Leader
Adalah orang tanpa jabatan formal dalam semua sistem sosial, yang membimbing pendapat dan mempengaruhi orang-orang dalam keputusan mereka. Kalangan ini sangat dipercayai orang lain untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

7. Kosmopolit
Menghubungkan anggota organisasi dengan orang-orang dan peristiwa di luar batas-batas struktur organisasi. Anggota organisasi yang banyak bepergian, aktif di asosiasi internasional maupun aktif membaca jurnal terbitan regional, nasional dan internasional.
Readmore...

Apa itu KOMUNIKASI NONVERBAL..?

Apa itu komunikasi non verbal?
Komunikasi non verbal secara singkat dapat diklasifikasikan sebagai segala bentuk penyampaian pesan atau makna dalam suatu komunikasi selain yang menggunakan kata kata. Komunikasi non verbal dapat juga dimasukkan kedalam komunikasi ”tidak langsung”. berbeda dengan komunikasi verbal yang umumnya secara sengaja disampaikan, komunikasi non verbal kebanyakan merupakan bentuk komunikasi yang tidak sengaja disampaikan. ”Simbol” merupakan kata kunci dari komunikasi non verbal. karena dalam komunikasi non verbal kita selalu menggunakan simbol simbol tertentu dalam penyampaian pesan. Simbol simbol yang kita sampaikan sengaja maupun tidak akan dimaknai oleh orang lain, itulah yang dimaksud dengan komunikasi non verbal. Komunikasi non verbal dapat berupa apa saja, asalkan bukan kata kata, bisa berupa gesture, mimik, intonasi suara, gambar dll. Cakupan komunikasi non verbal sangatlah luas, karena ... semua hal selain kata kata dapat dikategorikan sebagai bentuk komunikasi non verbal.

Mengapa Komunikasi non verbal sangat penting dalam proses komunikasi?
Inti dari komunikasi adalah adanya suatu makna yang ditangkap oleh penerima pesan. Karena manusia memiliki filtration dan persepsi individu maka makna dari suatu pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan dapat berubah, tidak sesuai atau bahkan berbeda sama sekali ketika dimaknai oleh penerima pesan tersebut. Hal ini dinilai buruk dalam suatu proses komunikasi, oleh karena itu pesan yang dikirimkan sebaiknya memiliki makna yang jelas dan terdapat faktor faktor lain yang dapat menguatkan proses penyamaan makna pesan tersebut antara pengirim dan penerima pesan, tentunya disamping isi pesannya itu sendiri (komunikasi verbal). Disini Komunikasi non verbal dapat dimasukkan sebagai faktor penunjang penguatan makna tersebut. Sebagai contoh, si A sedang marah kepada B, A mengucapkan kata kata kasar kepada B (komunikasi verbal), namun ekspresi wajah A ”datar datar saja”, apakah si B akan memaknai bahwa si A sedang marah kepadanya? pastinya tidak. Berbeda apabila ketika A marah marah kepada B dengan mengucapkan kata kata kasar disertai dengan tangannya yang mengacung acungkan kepalan serta ekspresi mukanya menjadi ”sangar” ditambah intonasi suaranya meninggi. Pasti B akan segera menyadari bahwa A sedang marah kepadanya.
Bentuk komunikasi non verbal umumnya juga lebih dipercaya oleh orang lain ketimbang komunikasi verbal, contoh sederhananya ketika kita melihat seorang teman yang murung, wajahnya kusut, ketika ditanya ”kenapa koq sedih? lagi ada masalah ya?” jawabnya ”ga’ koq ga’ ada apa apa..” apakah kita akan percaya bahwa ia tidak apa apa dan sedang tidak ada masalah? pastinya kita tetap akan menganggap bahwa teman tersebut sedang ada masalah dan butuh dihibur walupun ia mengatakan ia tidak sedang ada masalah. Ada ungkapan klasik yang mengatakan bahwa bibir boleh berbicara namun mata tak bisa berdusta. Ungkapan tersebut merefleksikan betapa pentingnya komuikasi non verbal dalam kehidupan sehari hari kita. Komunikasi non verbal jug adapat memudahkan kita ketika berkomunikasi karena bersifat subtitusi. Ada orang yang ketika marah ia akan diam saja dan mengacuhkan orang yang kepadanya ia sedang marah. Orang tersebut jelas lebih mudah marah dengan cara diam daripada teriak teriak yang jelas membutuhkan banyak energi. Pesan non verbal sengatlah efektif untuk mengikat atau menarik perhatian orang lain. Oleh karena itu senyumlah selalu kepada setiap orang agar kita selalu diingat sebagai orang yang ramah. karena walaupun hati kita baik namun kita tidak pernah tersenyum orang lain pasti akan menganggap kita bukanlah orang yang ramah.


Komunikasi verbal berarti ”kata kata” sedangkan komunikasi non verbal berarti ”tanpa kata kata” bagaimana pendapat anda?
saya setuju apabila yang dimaksud dengan ”kata kata” disini adalah isi pesan yang disampaikan atau dengan kata lain kalimat yang diutarakan. Jadi ketika ada orang yang berkata kepada pasangannya ”aku cinta kamu” dengan intonasi lembut, tempo yang syahdu, tatapan mata yang penuh arti, disertai genggaman tangan yang menenangkan, yang dimaksud dengan komunikasi verbal adalah kata kata ”aku cinta kamu” sedangkan yang lainnya yaitu intonasi lembut, tempo yang syahdu, tatapan mata yang penuh arti, disertai genggaman tangan yang menenangkan merupakan bentuk komunikasi non verbalnya. Jelas bahwa semua bentuk kalimat atau kata kata tanpa kecuali merupakan bentuk komunikasi verbal, dan semua yang bukan kalimat atau kata kata merupakan bentuk komunikasi non verbal.

Ciri ciri komunikasi non verbal?
(1) Komunikasi non verbal selalu ada (2) Kita tidak mungkin, tidak berkomunikasi, Manusia sebagai mahkluk sosial kapanpun dan bagaimanapun bentuknya pasti melakukan komunikasi non verbal. Walau tanpa kita sadari, kita ternyata selalu mengirimkan pesan non verbal kepada orang lain. Tak ada waktu yang lalui tanpa berkomunikasi non verbal, bahkan ketika kita diam orang lain dapat memaknai diam kita tersebut sebagai bentuk komunikasi verbal. Contohnya apabila ada mahasiswa yang diam sendiri, tanpa ia sadari orang orang disekitarnya akan memaknai diamnya tersebut, bisa saja orang lain memaknai diam tersebut karena mahasiswa tersebut pemalu atau sedang lelah dll. Efek dari karena selalu adanya komunikasi non verbal adalah kita tidak mungkin tidak berkomunikasi. Karena setiap gerak gerik kita secara tidak langung merupakan bentuk komunikasi non verbal yang akan dimaknai oleh orang lain. (3) Komunikasi non verbal terikat budaya, karena komunikasi non verbal erat hubungannya dengan simbol maka tidak dapat disangkal lagi bahwa komunikasi non verbal merupakan suatu bentuk daripada budaya itu sendiri. Komunikasi non verbal seperti menggeleng geleng di budaya indonesia di artikan sebagai tidak atau tidak setuju, sedangkan dalam konteks budaya india komunikasi non verbal menggeleng geleng di artikan sebagai iya atau setuju. Proses pembentukan komunikasi non verbal merupakan buah dari budaya dan proses pemaknaannya pun membutuhkan suatu konsep kebudayaan. Contoh lainnya, di Indonesia banyak muda mudi yang menempel lambang lambang nazi di pakaiannya, hal ini dianggap biasa saja, dan hanya merupakan trend, namun apabila lambang tersebut digunakan dinegara negara eropa khisusnya amerika dan jerman maka kita akan dicap buruk dan orang akan menilai kita sebagai pengikut nazi yang tentu akan dikucilkan. (4) Komunikasi non verbal mengungkapkan perasaan dan sikap, seperti telah disinggung diatas, ketika kita melihat teman yang murung dan wajahnya kusut, kita pasti akan langsung dapat menebak isi hatinya bahwa ia sedang ada masalah. oleh karena itu para introgator kepolisian selalu melihat pesan pesan non verbal seperti intonasi suara, gerakan mata, dan lain lain ketika menginterogasi tersangkanya. Karena dengan melihat bentuk komunikasi non verbal tersebut introgator dapat mengetahui apakah keterangan terasngka jujur atau tidak (sikap). (5) Komunikasi non verbal memodifikasi pesan verbal membentuk makna suatu pesan komunikasi, Komunikasi verbal dan non verbal merupakan hal yang saling terintegrasi dan melengkapi dalam proses penyampaian makna, dengan mengatakan ”iya” dan mengagguk seseorang dapat mengerti bahwa itu merupakan pertanda setuju. Berbeda apabila kita mengatakan iya sambil menggeleng gelengkan kepala, makna dari kata ya dan menggeleng gelengkan kepala merupakannsuatu yang bertetangan dan akan membuat bingung penerima pesan dalam proses pemaknaan pesan tersebut.




Perbedaan komunikasi verbal dan non verbal
1. Arti dari pesan verbal bersifat eksplisit, sedangkan arti dari pesan non verbal bersifat implisit.
Pesan verbal merupakan apa yang sengaja diutarakan dan diharapkan dimengerti maknanya oleh penerima pesan (tersurat)., sedangkan pesan non verbal merupakan sesuatu yang biasanya tidak sengaja dikirimkan oleh komunikator dan merupakan kesatuan yang terintegrasi dengan pesan verbal yang akan dimaknai sendiri oleh penerima pesan tergantung konteksnya masing masing.

2. Arti dari pesan verbal berkaitan dengan pesan keadaan yang spesifik, sedangkan arti dari pesan non verbal berkenaan dengan rasa atau emosi.
Pesan verbal merupakan sesuatu yang disampaikan dengan format yang jelas yaitu berupa kata kata dan menjelaskan tentang fakta atau pengetahuan yang ingin disampaikan pengirim pesan, sedangkan pesan non verbal adalah rasa dan emosi yang dapat mengarahkan penerima pesan untuk dapat memaknai pesan verbal yang dikirim oleh komunikator agar maknanya sesuai dengan yang diharapkan komunikator.

3. Arti dari pesan verbal bersifat menengahi (mediated) atau alternatif, sedangkan arti dari pesan non verbal bersifat normatif.
Pesan verbal merupakan sarana untuk mengirimkan pesan yang bersifat formal, sedangkan pesan non verbal merupakan persyaratan agar pesan tersebut dapat dimknai secara lengkap dan sesuai apabila dilatar belakangi oleh kesamaan budaya/background

Contoh komunikasi non verbal
Emblem, adalah tanda-tanda yang akan mengganti kata-kata secara langsung. Contoh: jari telunjuk dan jari tengah diacungkan membentuk huruf ‘V’ melambangkan kemenangan (Victory)
Ilustrator, berhubungan dengan upaya untuk menggambarkan suatu pesan. Contoh: suara semilir angin dan gemerisik pohon menggambarkan kedaan wilayah yang nyaman dan tenang
Penampilan afeksi, gerakan-gerakan wajah yang mengekspresikan makna-makna emosi: ekspresi wajah ditekuk tekuk = marah, ekspresi wajah pucat = takut, ekspresi wajah sumringah = bahagia dst.
Regulator, adalah jenis perilaku non verbal yang bersifat mengatur dalam pembicaraan dengan orang lain.Terikat dengan budaya dan tidak bersifat umum. Contoh bila dalam suatu obrolan seseorang menggaruk garuk kepalanya artinya ia sedang bingung.
Adaptor, adalah perilaku non verbal yang dilakukan untuk menciptakan rasa nyaman dalam memenuhi kebutuhan tertentu.Contoh: merokok pada saat duduk duduk melambangkan kenyamanan











Pengaruh Figur dan pembentukan citra dalam politik di Indonesia

Siapa yang tidak kenal KH. Abdurrahman wahid atau yang akrab dipanggil gusdur. Mantan orang nomer satu dinegara kita ini merupakan seorang tokoh tersohor yang memiliki masa dimana mana khususnya daerah jawa timur bagian tapal kuda. Sungguh suatu ironi mengingat nama besarnya tersebut ”disiasiakan” oleh PKB. Setelah PKB memiliki dwi kepemimpinan yang berlarut larut karena permasalaahan internal kepartaian (kubu Gusdur dan Muhaimin iskandar) akhirnya pada 17 juli lalu MA memutuskan bahwa kubu Muhaimin-lah yang memenangkan ”kepemilikan” PKB. Otomatis tokoh kawakan sekelas gusdur dan para pengikut setianya turun tahta dari kursi kepemimpinan PKB yang berimbas pada ”tidak direstuinya” PKB yang sekarang berada dipundak kekuasaan muhaimin oleh Gusdur. Hal ini memiliki konsekuensi yang berat. Menurut survei LSI, sentimen publik terhadap PKB khususnya daerah jawa timur yang memiliki tingkat jumlah penduduk terbanyak di Indonesia menjadi negatif terhadap PKB yang dipimpin Muhaimin. dengan begitu apa artinya? dapat disimpulkan bahwa figur atau tokoh dapat mempengaruhi publik dalam menilai suatu partai atau dengan kata lain ada korelasi yang saling berhubungan antara tokoh besar terhadap penilaian publik terhadap kredibilitas partai. Langkah keluarnya gusdur dari PKB dan ungkapan tidak ada restu gusdur terhadap PKB merupakan sinyalemen nyata ketidakpuasan gusdur terhadap kinerja PKB. Mungkin ketidakpuasan tersebut hanya berupa penilaian pribadi gusdur yang di ”tendang” oleh muhaimin, keluarnya gusdur dari PKB juga demikian. Namun bagi publik ada suatu hal yang secara implisit ingin dikatakan gusdur, dengan keluarnya beliau dari PKB, para gusdur-isme menganggap bahwa gusdur sedang mengungkapkan ketidak puasannya terhadap PKB. atau secara lebih eksplisitnya ”saya aja keluar dari PKB, jadi mending ga usah milih PKB”. Suatu ungkapan non verbal yang berdampak sangat negatif terhadap kelangsungan hidup partai PKB. Terlihat jelas peran tokoh dan gerak geriknya sangat berpengaruh terhadap gaya berfikir publik.
Naiknya popularitas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dibangun oleh publikasi. Pada zaman megawati, SBY sering tampil di media massa sebagai tokoh yang menangani persoalan terorisme, separatisme Aceh, maupun konflik SARA. Ia tampil dengan postur tubuhnya yang gagah, bahasa lisannya yang santun, mimik wajah yang serius, dan ucapan yang terukur dengan bicara seperlunya. Publisitas itu berhasil memunculkan image tentang kinerjanya, kewibawaan, dan ketegasannya. Keengganan Megawati bicara di depan media dan publik, serta ketiadaan juru bicara kepresidenan, secara tak langsung menguntungkan SBY sebagai Menko Polkam karena memberinya banyak kesempatan untuk tampil atas nama negara dan memperoleh publisitas yang positif. Ditambah saat menjelang kampanye, tatkala dia disingkirkan dari kabinet, memungkinkan memperoleh publikasi gratis dan memunculkan simpati publik. publikasi memang jauh lebih potensial meningkatkan popularitas seseorang dibandingkan dengan iklan. Publisitas lebih dipercaya dan lebih diperhatikan masyarakat. Apalagi dilakukan dalam waktu yang relatif lama, akan membentuk image tersendiri, bahkan mampu menyentuh afeksi atau perasaan khalayak
Khalayak komunikasi politik memang unik. Mereka memiliki selektivitas terhadap isi pesan. Selektivitas itu salah satunya dipengaruhi oleh budaya komunikasi. Menurut Antropolog Edward T Hall, bangsa Indonesia masuk dalam rumpun high context culture dalam berkomunikasi. Dalam budaya ini, konteks atau pesan nonverbal diberi makna yang sangat tinggi. Masyarakat budaya konteks tinggi kurang menghargai ucapan atau bahasa verbal. Bahkan, acapkali mengharapkan orang lain mengerti apa yang diinginkan tanpa harus mengucapkan inti permasalahan yang dimaksud. Mereka lebih banyak berbicara berputar menghindari substansi keinginannya. Sebaliknya, kalau ada orang yang sering mengucapkan keinginannya secara jujur, justru dicurigai. Dianggap kasar, atau ambisius. Dalam high context culture, tokoh yang jauh-jauh hari mengungkap kemauannya menjadi presiden akan dianggap "aneh". Upaya meyakinkan publik dengan mengungkapkan program, atau visi, dan misi pun malah bisa kontraproduktif. Simak saja peribahasa yang hidup di masyarakat kita, seperti "sedikit bicara banyak bekerja", "tong kosong berbunyi nyaring", atau "air beriak tanda tak dalam", .Kesemuanya merupakan refleksi budaya konteks tinggi yang tidak suka pada pembicaraan. Makanya, jangan heran apabila ada debat calon presiden di media massa, kandidat yang piawai berdebat malah belum tentu memperoleh simpati publik.
Tampaknya mewujudkan suatu sistem demokrasi yang berkualitas di Indonesia memang memerlukan waktu dan proses panjang. Secara empiris, komunikasi politik selama kampanye banyak diwarnai bentuk komunikasi nonverbal. Kampanye yang menggunakan teknik band wagon, seperti melakukan pawai, atau acara yang mengundang massa, pemasangan bendera, gambar, atau baliho, atau berjoget dan bernyanyi, semuanya sarat dengan pesan nonverbal yang menyentuh sisi emosi khalayak. Membuat senang dan membuat semangat, tetapi sama sekali tidak menyentuh wacana pemikiran. Saat kampanye memang ada jurkam yang pidato. Namun, materi pidato sebenarnya tak begitu penting bagi massa partai. Kehadiran fisik tokoh partai jauh lebih penting dan bermakna daripada materi yang diucapkan. Walau mereka datang hanya meneriakkan kata-kata "Hidup!" atau "Coblos!" dan kemudian mengajak bernyanyi. Tetapi, secara kontekstual, kehadiran tokoh sangat bermakna. Itulah realitas budaya komunikasi politik kita. Kualitas demokrasi bagaimanapun memang membutuhkan kompetensi tertentu pada semua elemen bangsa. Karena itu, janganlah terlalu berharap pada kampanye calon presiden mendatang. Adu program dan kepiawaian berdebat calon presiden mungkin akan sangat menarik untuk ditonton di televisi. Tetapi, jangan lupa, publik di Indonesia sudah memiliki budaya sendiri dalam menilai tokoh idolanya.
Kita lihat lagi kedalam partai, era kebangkitan partai patai Islam dimulai ketika nama gusdur didaulat menjadi pemimpin bangsa ini. Akibatnya muncul banyak partai partai yang ”bersimbolkan” Islam. Mengapa saya menyebitnya bersimbolkan? karena memang pada kenyataannya tidak semua partai yang membawa nama Islam berideologi Islam seutuhnya. PAN merupakan salah satu bukti nyatanya. PAN mengawinkan ideologi islam dengan ideologi pancasila sebagai ideologi dasar partainya. toh publik pada umumnya tidak tahu dengan jelas apa sebenarnya ideologi yang dianut oleh sebuah partai. Yang diketahui oleh publik apabila partai menggunakan simbol simbol yang Islami maka partai tersebut secara otomatis menganut ideologi Islam murni dan merupakan partai yang ”baik” karena menggunakan nilai nilai ketuhanan sebagai asas utamanya. Apalagi ditambah dengan adanya tokoh NU yang notabene pemegang syariat Islam yang kuat sekelas Amien Rais. Lantas mengapa hal ini masih bisa terjadi. Alasannya jelas bahwa memang publik tidak diberi keleluasaan untuk tahu, sebaliknya publik pada umumnya juga tidak terlalu ingin tahu tentang masalah kepartaian, beserta ideologinya. Karena, yang paling dilirik oleh publik adalah siapa Tokoh yang menjadi nahkoda dipartai tersebut bukan apa visi dan misi partai tersebut.
Kepala banteng merupakan simbol kekuatan dan ketangguhan, ka’bah dan bendera hijau yang menjadi lambang PPP notabene adalah jati diri muslim Indonesia, dan simbol simbol lainnya jelas mengekspresikan betapa pentignya peran komunikasi non verbal dalam ranah perpolitikan di Indonesia. Partai Marhaenisme yang sebenarnya masih merupakan partai ”gurem” namun dapat meraih dukungan dari seluruh provinsi provinsi di indonesia, adalah cerminan betapa kuatnya ajaran marhaenisme dengan figurnya presiden pertama kita Soekarno yang merupakan penggelar ideologi tersebut di Indonesia. Betapa sosok bung karno yang telah lama meninggalkan kita masih memiliki karisma yang luar biasa dalam menenentukan nasib partai marhaenisme. Tanpa simbol keadidayaan Soekarno, partai marhaenisme bukanlah apa apa. Sungguh suatu hal yang perlu diperhatikan oleh para petinggi partai untuk dapat diaplikasikan bahwasanya bentuk bentuk komunikasi non verbal merupakan hal yang sangat ”mujarab” dalam membentuk opini masyarakat dimata publik.







: dari berbagai sumber
Readmore...